Utamakan Pencitraan, Bupati Jombang Abaikan Nyawa Penderita DBD

Utamakan Pencitraan, Bupati Jombang Abaikan Nyawa Penderita DBD Salah satu korban DBD yang meninggal di RSUD Jombang, Senin lalu. foto: metrotvnews

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Keengganan Bupati Jombang dalam penetapan status Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (KLB DBD) dengan dalih kurang anggaran langsung mendapat sorotan kritis dari sejumlah elemen masyarakat. Baik melalui media social hingga statement resmi via surat elektronik.

Aan Anshori Koordinator Gusdurian Jawa Timur menyebut pernyataan Bupati Jombang Nyono Suherli sebagai satu sikap memalukan sebagai pejabat publik. "Dalih Bupati Nyono tidak mau menetapkan KLB demam berdarah karena keterbatasan anggaran merupakan cerminan ketidakbecusannya dalam bekerja," semprot Aan dalam surat elektronik yang diterima bangsaonline.com, Kamis (28/1/2016).

Menurutnya, hampir setiap tahun ratusan warga Jombang selalu menjadi korban DB. Tahun lalu misalnya, dalam catatan pria yang aktif dalam sejumlah organisasi kemasyarakatan ini, dalam waktu dua bulan saja, 136 orang terpapar di rumah sakit, 5 di antaranya meninggal.

Sementara di tahun 2016, belum genap satu bulan, delapan warga meninggal dari 143 kasus DB. Ia juga menceritakan, sebelum menjadi bupati, Nyono Suherli merupakan anggota DPRD Jombang. Seharusnya pengetahuan dan pengalamannya harusnya lebih dari cukup untuk mengantisipasi hal tersebut. "Namun sayangnya, tidak digunakan oleh Nyono secara cerdas. Dia dan kroninya lebih suka bersolek di hadapan kepala desa, polisi dan tentara," tambah Aan.

Berdalih menunjang kinerja instansi vertical, uang rakyat Rp 11 miliar dihamburkan Nyono untuk pembelian 906 motor yang dibagikan bagi kepala desa, babinsa dan babinkamtibmas. Pernyataan labil dengan berdalih sukseskan nawacita juga disampaikan Nyono ketika menggelontorkan hibah Rp 1,5 miliar ke kepolisian untuk pembelian 6 unit minibus yang dijadikan kendaraan operasional para Kepala Bagian dan Kepala Satuan (kabag dan kasat) di jajaran Resort Jombang.

Ketidakmampuannya mengelola sekitar Rp 2 triliun APBD Kota Santri tiap tahunnya ini menurut Aan didemonstrasikan Nyono dengan gagah nan memalukan. "Puluhan miliar dipaksakan untuk merenovasi gedung dan perkantoran yang sebenarnya masih cukup layak. Padahal proyek-proyek infrastruktur seperti ini sangat rawan korupsi jika tidak diawasi secara ketat," tegas Aan.

Namun saat para warga Jombang butuh penanganan khusus terkait wilayah mereka yang langganan endemi DB, ia malah menyatakan keterbatasan dana. Hal ini menurut Aan juga tidak lepas dari peran DPRD Jombang sendiri, terutama para pimpinan dan ketua fraksi. Tanpa mereka, mustahil APBD sumir seperti ini bisa disahkan.

"Jika Pemkab dan DPRD bekerja dengan baik, saya yakin korban DBD tidak sefantastis seperti dua tahun terakhir. Dua institusi ini tangannnya berlumuran darah para korban. Sebagai sesama muslim, saya berkewajiban mengingatkan bupati dan pimpinan DPRD. Pengkhianatan terhadap amanah publik, apalagi hingga menimbulkan korban, bukanlah dosa yang bisa dengan mudah dihapus dengan pencitraan agamis sebagaimana kerap didemonstrasikan elite pemkab dan DPRD di depan publik. Mereka seharusnya malu," sorot Aan lebih jauh.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO