Sekolah Menengah Terbuka Jarak Jauh, Seperti Apa Ya?

Sekolah Menengah Terbuka Jarak Jauh, Seperti Apa Ya? ?Prof Jazidie saat memberikan materi terkait Sekolah Menengah Terbuka di Surabaya. foto: nisa/bangsaonline

SURABAYA (bangsaonline) - Untuk meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan menengah nasional mencapai 97 persen pada tahun 2020, Direktorat Jenderal Menengah Kementerian dan Kebudayaan akan melaunching Sekolah Menengah Terbuka (SMT) Jarak Jauh pada 10 Mei 2014.

Ada 6 titik sekolah di Indonesia yang akan dijadikan rintisan sekolah induk SMT ini, yakni di Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Jambi, Jawa Tengah, Papua Barat (Sorong) dan Jatim. Untuk Jatim, yang dipilih adalah SMA 1 Kepanjen Kabupaten Malang. "Saat ini, APK nasional pendidikan menengah kita masih 76,4 persen. Ini berarti terdapat 21,80 persen lulusan tingkat SMP yang belum tertampung di tingkat pendidikan menengah. Penyebabnya kendala geografis, sosial, ekonomi, dan budaya. Nah, dengan adanya SMT ini maka kendala-kendala tersebut diharapkan bisa diatasi dann target APK 97 persen akan terwujud," ujar Dirjen Menengah Kementerian dan Kebudayaan Prof Dr Achmad Jazidie saat bertemu media di Surabaya, Senin (28/4/2014).

Ia menjelaskan, SMT adalah salah satu bentuk pendidikan formal yang berdiri sendiri tetapi masih bagian dari sekolah induk yang penyelenggaraan pendidikannya menggunakan metode belajar mandiri. Sasaran utamanya adalahlulusan SMP sederajat yang tidak tertampung di tingkat SMA reguler karena hambatan geografis, sosial ekonomi dan keterbatasan waktu. Serta, anak-anak yang drop out sekolah menengah.

Hambatan ekonomi, Prof Jazidie menyebut ada kelompok anak jalanan, pemulung, pengamen,pengemis anak, dan lain-lain. Secara geografi, mereka yang berada di pinggiran, pulau terpencil, pedalaman, perbatasan, atau bahkan yang di luar negeri. Hambatan waktu, misalnyaatlet, anak home scholling, dan anak yang terkendala waktu belajar. Sedangkan kendala sosial seperti anak korban narkoba, miras, perdagangan anak, anak terlantar, korban kerusuhan, kenakalan remaja, korban HIV/aids, dan anak KDRT.

"Kepada mereka yang bersekolah di SMT jarak jauh, akan dipinjamkan tablet sebagai sarana pendidikan dan uang sekitar Rp 1,2 juta pertahun/anak. Kalau sudah lulus, maka tabletnya dikembalikan. Tabletini berisi materi pendidikan yang akan diajarkan secara online, dan seminggu sekali akan dicek agar terus bisa digunakan sampai selesai sekolah," urai Prof Jazidie.

Bagaimana model belajarnya? Dijelaskan dia, ada tiga model yakni dominan online (bimbingan online 80 persendan bimbingan tatap muka 20 persen), balance online tatap muka (50 persen online dan 50 persentatap muka), dan dominan tatap muka (online 20 persen dan tatap muka 80 persen). "Nanti sekolah yang menentukan mau memakai metode yang mana," ujarnya.

Pada tahun 2015, ditargetkan sudah ada 50 sekolah induk, 2016 menjadi 100 sekolah induk, 2017 meningkat 150 sekolah induk, 2018 200 sekolah induk, 2019 bertambah menjadi 250 sekolah induk dan tahun 2020 menjadi 300 sekolah induk.

Soal SMT, Prof Jazidie menjelaskan kalau merupakan perwujudan dari kebijakan Menengah Universal (PMU) yang telah diluncurkan pada 2013 lalu. PMU ini memberikan kesempatan sleuas-luasnya kepada warga negara Indonesia usia sekolah untuk mengikuti pendidikanmenengah (SMA/SMK/sederajat). Pembiayaan PMU ditanggung bersama oleh pemerintah baik pusat dan daerah, termasuk masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO