Para pelapor bersama pengacara saat di Satreskrim Polres Tuban.
TUBAN, BANGSAONLINE.com - Satreskrim Polres Tuban masih melakukan penyidikan atas perkara dugaan penggelapan yang menyeret Kepala Desa Tingkis, Kecamatan Singgahan. Penyidik menunggu kelengkapan berkas sebelum perkara dilimpahkan ke tahap berikutnya.
Usai ditetapkan sebagai tersangka, penasehat hukum (PH) Kades Tingkis mengajukan gugatan wanprestasi terhadap para korban ke Pengadilan Negeri Tuban. Namun, gugatan tersebut kemudian dicabut dan ia menghentikan kuasa hukumnya.
Setelah itu, Kades Tingkis menunjuk pengacara baru, Nang Engki Anom Suseno, yang mengungkapkan fakta terkait dugaan penggelapan uang sewa lahan SBI melalui salah satu media daring.
Menanggapi hal tersebut, A. Imam Santoso selaku penasehat hukum korban menyayangkan pernyataan kuasa hukum Kades Tingkis yang dinilai berubah-ubah.
"Bahwa kedudukan klien kami menggarap lahan sudah lama sebelum peristiwa sewa menyewa lahan dengan Kades. Kemudian kalau PH-nya merujuk pada awal kasus ini klien kami diintimidasi oleh Kades Tingkis, kemudian digugat miliaran rupiah di Pengadilan Negeri Tuban tapi sekarang seolah-olah Kades Tingkis berhati baik, dan tidak ada kesalahan apa pun," paparnya saat dikonfirmasi, Senin (22/12/2025).
Imam menduga, Kades Tingkis tidak jujur kepada penasehat hukumnya sehingga langkah hukum dan pernyataan pers yang disampaikan terkesan membual.
"Menurut hemat kami pernyataan penasehat hukum Kades Tingkis yang baru tersebut saya menduga adanya alur cerita yang terputus, kemudian banyak yang ditutupi sehingga PH baru Kades Tingkis banyak membual. Bahwa ada intimidasi itu benar adanya, bahwa adanya dugaan tipu gelap itu benar adanya," ungkapnya
"Kemudian adanya Kades Tingkis bertindak seolah-olah wakil dari PT SBI itu benar adanya. Selanjutnya adanya pernyataan dari PT SBI yang tidak menyewakan lahannya itu benar adanya. Bahwa adanya keuntungan yang diterima oleh Kades akibat mengelabuhi para korban benar adanya dan ratusan juta," imbuhnya.
Imam menjelaskan, kasus ini sejak awal diterapkan pasal Tindak Pidana Penggelapan dan Penipuan sebagaimana dimaksud Pasal 372 dan/atau 378 KUHP. Menurut dia, penerapan pasal oleh penyidik sudah tepat karena unsur-unsurnya terpenuhi.
"Perbuatan Kades tersebut tentu sudah masuk dalam ranah pidana. Menurut hemat saya sarananya ada, yaitu tipu muslihat dan serangkaian kebohongan yang ditujukan kepada klien kami, hal mana Kades bertindak seolah-olah pihak yang sah untuk menyewakan suatu barang berupa tanah garapan. Kemudian inti dari delik penipuannya, Kades menerima sesuatu yaitu berupa uang sewa, tentu sudah terpenuhi semua unsur 378," cetusnya.
Untuk unsur Pasal 372, ia menganggap Kades telah menerima uang tanpa dasar hukum sehingga korban mengalami kerugian materil. Ia menambahkan, penasehat hukum Kades seharusnya menelaah kasus dari awal agar tidak terkesan hanya membual.
"Pada intinya pernyataan penasehat hukum Kades yang baru hanyalah pernyataan yang membual, dan tidak menelaah dari awal kasus ini sehingga hanya bualan. Jangan sampai penasehat hukum Kades yang baru ibarat pepatah seperti 'menepuk air di dulang terpercik muka sendiri'," pungkasnya. (coi/mar)






