
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Suasana berbeda terlihat di beberapa daerah di Surabaya, Rabu (3/9/2025). Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Lia Istifhama, turun langsung ke jalan membagikan bunga kepada masyarakat dan emak-emak.
Dengan gestur sederhana dan ceria, senator asal Jatim itu mengajak masyarakat menjaga kedamaian, menolak kekerasan, serta merawat ruang publik sebagai bagian dari kepemilikan bersama.
Suasana makin haru, ketika Ning Lia membacakan puisi yang mengisahkan kondisi bangsa dan negara saat ini.
Ibu pertiwi
Tanah kami terlahir
Adakah kau mendengar pilu kami
Tatkala kami lemah menjagamu
Ibu pertiwi
Tanah kami terlahir
Adakah ada daya untuk langkah kami?
Tuk menjaga harumnya negeri
Negeri ini bukan milik kami semata
Tapi inilah warisan kami
Untuk anak cucu tatkala mata kami tertutup
Seperti halnya yang kau wariskan pada kami
Keindahan yang kini terselimut pedih
Andai kami memiliki daya berkata
Maka kami ingin katakan
Bahwa kami hanyalah ingin anak cucu tetap dalam damai
Di tengah indahnya hamparan negeri
“Terima kasih Ning Lia, senator humble dan cantik. Puisinya menyentuh tapi tetap full senyum,” kata Ana Ramlah, salah satu warga.
Senyum ramah Ning Lia memang menarik perhatian hingga membuat perempuan yang akrab disapa senator cantik itu dikerubungi warga, termasuk emak-emak.
Menurut Ning Lia, sapaan akrab Lia Istifhama, aksi bagi-bagi bunga ini merupakan momentum untuk mengajak masyarakat damai usai aksi demonstrasi beberapa hari lalu. Mengingat, aksi unjuk rasa tersebut diiringi dengan tindakan destruktif yang merugikan diri sendiri maupun merusak fasilitas umum dan negara.
“Bunga adalah simbol damai. Bunga melambangkan kesejukan, ketulusan, dan kehidupan. Aksi apapun seharusnya menjadi ruang ekspresi yang membangun, bukan merusak. Karena fasilitas umum dan negara adalah milik rakyat juga,” ujar Ning Lia.
Ia kemudian mengutip Teori Kedamaian (Peace Theory) yang dikembangkan oleh Johan Galtung mengenai positive peace. Kedamaian bukan sekadar ketiadaan konflik (negative peace), melainkan terciptanya keadilan, penghormatan, dan harmoni sosial.
Dalam konteks itu, bunga yang dibagikan merepresentasikan soft power upaya meredakan ketegangan dengan simbol kasih sayang. Sementara air maupun buah yang dibagikan menjadi metafora atas kebutuhan hidup bersama yang menyejukkan serta menyatukan manusia.
Ning Lia menegaskan upaya merawat demokrasi tidak boleh terlepas dari nilai etika dan spiritualitas kebangsaan.
“Aksi simbolik ini menjadi pesan moral bagi masyarakat, aparat, dan peserta aksi untuk menempatkan kedamaian serta keberlangsungan bangsa. Saya mengingatkan bahwa fasilitas negara adalah aset publik yang harus dijaga bersama,” katanya.
Ning Lia menilai, wajah demokrasi Indonesia harus tetap bercorak humanis di tengah protes masyarakat. Menurut doktor manajemen ekonomi islam tersebut, demonstrasi yang damai, persuasif, dan beradab mencerminkan kedewasaan politik masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa aksi yang berlebihan dan destruktif justru berpotensi menggerus kepercayaan publik serta mencederai semangat demokrasi itu sendiri.
“Saya percaya, aspirasi akan lebih kuat terdengar ketika disampaikan dengan kedewasaan dan keadilan. Mari kita jaga Indonesia dengan jiwa damai, sebab bangsa ini berdiri di atas pondasi kebersamaan,” imbuh putri KH Maskur Hasyim tersebut. (rev)