Kasus Pengeroyokan Berujung Damai, Polsek Genteng Fasilitasi Restorative Justice

Kasus Pengeroyokan Berujung Damai, Polsek Genteng Fasilitasi Restorative Justice RJ atau Restorative Justice yang dilakukan Polsek Genteng terkait kasus pengeroyokan pelajar.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tak semua perkara pidana harus berujung di pengadilan, seperti yang terjadi di wilayah hukum Polsek Genteng dalam kasus dugaan pengeroyokan yang melibatkan Pasal 170 KUHP.

Kasus ini sempat mencuat dengan korban bernama Hasibah (44), warga Keputran Kejambon II, Genteng, yang mengalami luka di tangan, dan perut setelah diduga dipukul oleh Satiman (48) serta anaknya Fandi (19) pada 16 Juni 2025 di rumah mereka.

Motif kejadian bermula dari gosip yang diduga disebarkan oleh korban, dan membuat kedua terlapor tersinggung hingga melakukan tindakan kekerasan. 

Korban yang merasa sakit dan kecewa, langsung melaporkan peristiwa tersebut ke Polsek Genteng dengan didampingi suami dan Ketua RW setempat.

Namun, laporan tersebut sempat mendapat respons dari terlapor yang menyatakan kasus akan selesai secara damai dan tidak akan berujung pada proses hukum.

“Saya agak putus asa karena terlapor sudah sesumbar itu, saya percaya juga dia sumbar begitu karena mempunyai uang. Namun saya tetap berupaya agar kekerasan yang terjadi kepada saya tetap lanjut jalur hukum,” kata Hasibah.

Seiring waktu, belum ada surat pemanggilan resmi kepada terlapor sehingga korban meluapkan keluh kesahnya kepada media. Setelah pemberitaan muncul, proses di kepolisian kembali berjalan.

Mengetahui laporan telah aktif, pihak terlapor kemudian mendekati korban dan meminta maaf, serta menawarkan bantuan. Satiman dan istrinya, Rokayah, berhasil membujuk Hasibah untuk berdamai setelah memberikan kompensasi berupa uang senilai Rp40 juta.

“Saya diajak damai, uang Rp40 juta nanti buat berobat. Setelah damai lalu ke polisi buat cabut laporan,” ucap Hasibah.

Kanit Reskrim Polsek Genteng, Iptu Vian Wijaya, membenarkan bahwa kasus tersebut telah diselesaikan secara damai melalui pendekatan Restorative Justice.

“Kami tidak menekan siapa-siapa. Beberapa kali dua belah pihak minta ditengahi. Setelah difasilitasi, mereka sepakat damai pada Kamis (10/7/2026),” tuturnya saat dikonfirmasi.

Penanganan perkara secara Restorative Justice memang diperbolehkan dalam sistem hukum Indonesia, dengan sejumlah syarat dan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (rus/mar)