
“Para santri bukan hanya butuh ilmu dan akhlak, tapi juga tubuh yang sehat. Gizi yang cukup adalah hak dasar mereka, dan pesantren siap menjadi bagian penting dari program nasional ini,” imbuhnya.
Kiai Syafiq juga menekankan bahwa pengelolaan dapur MBG harus dilaksanakan dengan semangat kemandirian dan pemberdayaan.
Sebab menurutnya, pesantren dapat memanfaatkan jaringan petani lokal untuk menyuplai bahan pangan, melibatkan masyarakat sekitar dalam dapur produksi dan menjadikan dapur MBG sebagai ruang pembelajaran kewirausahaan bagi santri.
“Jangan sampai program gizi ini hanya berhenti di kotak makan siang. Harus tumbuh menjadi gerakan ekonomi umat yang berakar pada solidaritas dan gotong royong. Ini bukan sekadar soal makan, ini tentang kedaulatan pangan dan pendidikan karakter,” ungkapnya.
Kehadiran program ini juga menjadi simbol kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan komunitas pesantren.
Menurut Kiai Syafiq, negara melihat pesantren bukan hanya sebagai lembaga keagamaan, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam membangun masyarakat dari akar rumput.(uzi/van)