BLORA, BANGSAONLINE.com - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bersama mitra kerja gencar mensosialisasikan penurunan stunting. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka percepatan penurunan stunting di Indonesia.
Seperti kegiatan yang berlangsung di Blora pada 30 November 2023, BKKBN menggelar roadshow sosialisasi dan KIE program bangga kencana, serta percepatan penurunan stunting bagi tim pendamping keluarga. Agenda tersebut menggandeng sejumlah pihak seperti Bawaslu dan pemerintah daerah setempat.
BACA JUGA:
- Sinergi Turunkan Stunting, Pj Wali Kota Mojokerto dan Jajaran Kompak Salurkan Bantuan di Hari Otoda
- Percepatan Penurunan Stunting Terintegrasi Jawa Timur, Kota Kediri Raih Peringkat II
- Dari 27,4 ke 9,6 Persen, Kasus Stunting di Kabupaten Mojokerto Anjlok
- Pemerataan Pembangunan hingga Penanganan Stunting Jadi Prioritas RKPD Kabupaten Blitar 2025
Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Tengah, Eka Sulistia Ediningsih, menekankan upaya maksimal dalam pencegahan bahaya stunting, karena hal ini menjadi salah satu penyebab terhambatnya upaya untuk mewujudkan SDM unggul. Untuk itu, BKKBN bersama mitra kerja dan seluruh masyarakat supaya saling bersinergi dalam mewujudkan zero stunting di setiap wilayah.
"Kita harus berupaya optimal, agar Zero Stunting benar-benar harus terwujud. Kita bisa memastikan catin (calon pengantin) dalam kondisi sehat menjelang pernikahannya, maka potensi kehamilan yang sehat akan lebih mudah didapat. Memeriksakan kesehatan awal bagi para calon pengantin untuk antisipasi stunting," ujarnya.
"Kita tidak tahu yang akan melahirkan di 2024 siapa, yang bisa kita kontrol adalah catin. Maka TPK melakukan kunjungan kepada catin supaya periksa kesehatan 3 bulan sebelum menikah dengan minimal lila 23,5 dan HB minimal 12,” imbuhnya.
Menurut dia, peran TPK menjadi sangat penting dalam pelaksanaan di lapangan. Bukan karena bertemu langsung dengan masyarakat saja, namun mereka juga dinilai lebih dekat dan mampu melakukan pendekatan yang sesuai dengan kearifan lokal, sehingga diperlukan langkah tepat dan cepat dalam melakukan intervensi stunting di masyarakat, seperti mendampingi Catin.
“Sampaikan catin jangan dibesarkan prewed saja, tapi yang harus diperhatikan adalah prakonsepsi. Dipastikan sel telur dan sperma harus sehat, dengan tidak kekurangan gizi kronik dan dijaga kesehatannya,” tuturnya.
Ia pun mengingatkan kepada seluruh peserta yang hadir jika ditemukan catin yang belum lolos standar untuk hamil, baik dari segi usia yang belum 21 tahun, ataupun dari segi kesehatan masih butuh dipersiapkan lagi, agar menunda terlebih dahulu kehamilannya.