Limbah Berbahaya dari Migas Blok Cepu Bojonegoro akan Diuji di Laboratorium

Limbah Berbahaya dari Migas Blok Cepu Bojonegoro akan Diuji di Laboratorium BERBAHAYA - Sisa limbah industri migas milik PT Dwi Jaya Banyuurip (anak perusahaan EMCL) telah mengotori pekarangan rumah warga Desa Sudu, Kecamatan Gayam, Bojonegoro. Foto: Eky Nurhadi/BANGSAONLINE

BOJONEGORO, BANGSAONLINE.com – Kepala Badan Lingkungan (BLH) Kabupaten Bojonegoro, Tedjo Sukmono, menyatakan telah mengambil ulang sampel pencemaran lingkungan di pekarangan rumah warga di Desa Sudu, Kecamatan Gayam, yang diduga berasal dari limbah industri PT Dwi Jaya Banyu Urip anak perusahaan ExxonMobil Cepu Limited (EMCL). Sampel itu telah dibawa ke Mojokerto untuk diuji di laboratorium terakreditasi.

"Kita sudah ambil sampel tiga kali," ujar Tedjo Sukmono, Selasa (2/6/2015).

Kendati demikian, dia belum bisa menyimpulkan hasil tersebut lantaran masih dalam proses pengujian. Tedjo mengaku, sampel yang sebelumnya diambil BLH saat inspeksi mendadak (sidak) beberapa waktu lalu tidak bisa diuji lab karena sudah lebih dari enam jam.

"Saat mengambil sampel itu waktunya terlalu sore," ungkapnya.

Mengenai pembayaran uji lab, menurut Tedjo, seharusnya menjadi tanggungjawab pihak PT Dwi Jaya Banyuurip, selaku pengelola jasa transit limbah industri bahan berbahaya dan beracun (B3) dari EMCL ke PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLI). "Tapi, ini kita mengeluarkan biaya sendiri," ujarnya.

Sidak yang dilakukan BLH Kabupaten Bojonegoro beberapa waktu lalu menemukan cairan mirip solar bercampur limbah. Menurut Sekretaris BLH, Agus Hariana, pencemaran tersebut sangat membahayakan lingkungan sehingga diperlukan penanganan serius seperti misalnya membersikan sisa limbah drainase yang mengalir ke pekarangan warga.

"Seharusnya perusahaan mempuyai Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL) agar sisa limbah industri aman dan tidak mencemari lingkungan sekitar. Karena dampak tersebut bisa menimbulkan efek gatal-gatal pada kulit," terangnya.

Menurut Agus, PT Dwi Jaya Banyuurip telah melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Apalagi sudah menjalankan aktivitas tetapi belum memiliki izin prinsip. Konsekuensinya, tegas dia, kegiatan di lapangan terancam diberhentikan sebelum izin UKL dan UPL terbit.

"Ini bisa masuk ke ranah hukum. Ancamannya dua tahun kurungan dan denda Rp 2 miliar," ujarnya.

Akibat pencemaran limbah B3 itu, kata dia, sedikitnya ada 10 rumah yang terdampak. Seperti air yang setiap hari dikonsumsi. Warga sekitar saat ini masih banyak yang menggunakan sumber air dari sumur bor untuk kebutuhan minum sehari-hari, mencuci maupun mandi. (nur/rvl)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO