Putri Pendiri Huawei, Meng Wanzhou, Bebas Sementara Berkat “Perjanjian Penundaan Penuntutan”

Putri Pendiri Huawei, Meng Wanzhou, Bebas Sementara Berkat “Perjanjian Penundaan Penuntutan” Dahlan Iskan

SURABAYA, BANGSAONLINE.com Putri pendiri , , akhirnya tiba di Tiongkok. Yang sebelumnya ditahan di Kanada hampir 3 tahun. Atas permintaan . Namun ia belum bebas murni karena ia dilepas berdasarkan "Perjanjian Penundaan Tuntutan".

Loh, apa itu? Simak tulisan wartawan terkemuka, Dahlan Iskan, berjudul Perjanjian Baru di Disway hari ini, 27 September 2021. Di bawah ini BANGSAONLINE.com menurunkan secara lengkap tulisan tersebut.

Namun agar bacanya tidak terputus (artikel ini panjang) bagi pembaca yang membaca lewat aplikasi agregator BaBe, silakan klik lihat artikel asli di bagian akhir tulisan. Di situ akan muncul artikel asli, tanpa terpotong. Selamat membaca:

DUA hari ini saya sibuk mencari tahu: gagal. Dua hari ini saya menemani Ustadz Yusuf Mansur yang lagi ke Jatim. Di sela-selanya saya terus bertanya kepada ahli hukum: tidak terjawab.

Saya baru tahu istilah ini sekali ini, mungkin karena saya memang awam di bidang hukum: Deferred Prosecution Agreement. Disingkat DPA.

Saya pernah lima tahun menjadi wartawan hukum, tapi belum pernah menemukan istilah itu.

“Perjanjian Penundaan Penuntutan”. Kira-kira begitu arti DPA tersebut.

Itulah perjanjian antara Kementerian Hukum dengan putri pendiri , . Itulah yang membuat wanita yang menjabat pimpinan puncak itu bisa pulang ke Tiongkok.

Meng telah ditahan di Kanada selama 1.020 hari. Hampir tiga tahun. Itu atas permintaan di zaman Presiden Donald Trump.

Waktu itu umur Meng 46 tahun. Sekarang sudah 49 tahun. Hampir tiga tahun dia hidup di tahanan. Di rumahnyi sendiri di Vancouver, Kanada. Dijaga ketat 24 jam. Yang biaya menjaganyi itu harus ditanggung Meng sendiri. Dia juga harus mengenakan gelang elektronik di pergelangan kakinyi –agar ketahuan kalau melarikan diri.

“Perjanjian Penundaan Penuntutan”. Berarti kedua belah pihak harus tanda tangan. Namanya saja perjanjian. Maka dilangsungkanlah acara penandatanganan jarak jauh. Lewat video. Meng menandatangani perjanjian itu di Vancouver. Pihak Amerika menandatanganinya di pengadilan Brooklyn, New York.

Memang jaksa di Brooklyn yang menginginkan agar Meng diekstradisi ke Amerika. Untuk diadili di situ. Atas tuduhan melakukan bisnis di Iran –yang itu melanggar sanksi Amerika.

Kalau saja Meng berhasil dikirim ke New York dia bisa dijatuhi hukuman seumur hidup.

Karena Meng ditangkap di Bandara Vancouver (Desember 2018) maka pengadilan Kanada yang menyidangkan Meng lebih dulu: layak diekstradisi ke Amerika atau tidak.

Sidang pengadilan itu berlangsung seru. Dan lama. Lebih dua tahun. Sebulan lalu proses pengadilan itu selesai. Tinggal menunggu hakim menjatuhkan putusan: sebulan lagi –kalau tidak ditunda.

Ketika hakim lagi menyusun naskah putusan itulah terjadi ”Perjanjian Penundaan Penuntutan”. Atau jangan-jangan hakim juga bukan lagi menyusun naskah putusan –daripada kerja sia-sia.

Maka begitu perjanjian itu ditandatangani, Meng pergi ke Pengadilan Tinggi Vancouver. Jumat siang lalu. Untuk menyerahkan perjanjian tersebut. Agar pengadilan bisa membuat keputusan berdasarkan perjanjian itu.

Saya membayangkan Meng –dan tim pengacaranyi– buru-buru harus meninggalkan rumahnyi. Menuju pengadilan. Masih dengan pengawasan ketat. Masih dengan gelang elektronik di kakinyi.

Kalau sampai terlambat Meng tidak bisa pulang Jumat itu. Semua proses di pengadilan itu harus selesai sebelum jam kerja habis. Kalau tidak, hakim tidak bisa lagi bikin putusan. Harus ditunda sampai Senin.

Tapi mungkin semuanya sudah diatur. Ketika Meng ke pengadilan itu pesawat Air China yang menjemputnyi sudah meninggalkan bandara Beijing. Bahkan sudah mendekati benua Amerika. Masak sih mau balik kucing.

Jadi, semua urusan hukum Meng sudah harus selesai sebelum pesawat berbadan lebar itu mendarat di Bandara Vancouver. Itulah pesawat carter milik BUMN di sana yang dikirim oleh pemerintah Tiongkok.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO