APBD Bojonegoro Bisa Rp 7,5 Triliun, Sayang Bupati-Wakil Bupati Bertengkar depan Publik

APBD Bojonegoro Bisa Rp 7,5 Triliun, Sayang Bupati-Wakil Bupati Bertengkar depan Publik Dahlan Iskan

Menurut seorang praktisi perminyakan, biaya untuk mengambil minyak di blok Cepu itu hanya sekitar USD 2/barel. Sedang biaya di blok Rokan, Riau, misalnya, sudah sekitar USD 20.

Sumur minyak di blok Cepu memang masih perawan. Sedang di Rokan sudah janda tiga kali.

Dengan harga minyak sekitar USD 70/barel sekarang ini, keuntungan minyak dari blok Cepu memang luar biasa. Ibaratnya, Bupati Anna dan Wabup Wawan benar-benar bisa mandi minyak.

Belum lagi dari saham daerah. UU Migas memang mewajibkan daerah memiliki saham 10 persen di blok setempat. Untuk blok Cepu, Bojonegoro mendapat 5 persen, Blora 5 persen.

Tentu, dua kabupaten itu tidak punya uang untuk setoran modal 5 persen tersebut.

Bojonegoro memilih mengajak swasta untuk sama-sama memegang saham 5 persen itu. Setoran modalnya dibayar oleh swasta. Bojonegoro mendapat bagian keuntungan 25 persen. Partner swastanya 75 persen.

Waktu Suyoto terpilih menjadi bupati 12 tahun lalu ia minta perjanjian awalnya diubah. Ia melihat Bojonegoro harus bisa mendapat hasil lebih baik.

Suyoto tahu, banyak pihak mempersoalkan isi perjanjian yang dibuat bupati sebelumnya. Untuk itu Suyoto melihatkan KJPP –agar ada pihak ketiga yang memberikan penilaian fair-tidaknya perjanjian yang diperbarui itu.

KJPP adalah Kantor Jasa Penilai Publik. Itu mirip akuntan publik di bidang penilai. KJPP adalah swasta, tapi harus punya izin dari kementerian keuangan.

Suyoto menyarankan para pejabat yang menetapkan tarip atau membuat perjanjian sebaiknya melibatkan KJPP. Agar selamat. Agar tidak tersangkut masalah hukum.

“Awalnya saya ingin membentuk tim ahli. Agar tim ahlilah yang menilai,” ujarnya.

Ternyata posisi hukum tim ahli itu lemah. “Tim ahli bisa dibubarkan oleh pejabat yang menggantikan kita,” ujar Suyoto. “Posisi hukum KJPP sangat kuat,” tambahnya.

Salah satu perbaikan perjanjian yang dilakukan Suyoto adalah: selama belum menghasilkan partner harus membayar Pemda USD 50.000/tahun.

Blora memilih tidak berpartner. Blora memilih mencari pinjaman ke pemilik uang. Dibayar dari hasil minyak. Setelah lunas, 5 persen itu sepenuhnya milik Blora.

Tiga tahun lagi sudah akan bisa diketahui pola mana yang lebih menguntungkan daerah.

Yang jelas, di Blora, hubungan bupati dan wakilnya rukun-rukun saja. Entah kelak, kalau perjuangan mendapat bagi hasil itu bisa sukses. (Dahlan Iskan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO