Pak Luhut Pelajari Covid-19 di Arosbaya Bangkalan! Dulu Neraka Kini Reda

Pak Luhut Pelajari Covid-19 di Arosbaya Bangkalan! Dulu Neraka Kini Reda M Mas'ud Adnan

Sedemikian singkat sampai banyak orang tak percaya saat diumumkan virus Corona telah terkendali di Bangkalan. Maklum, sebelumnya tiap detik masuk media, terutama TV, surat kabar, dan media online secara nasional.

Bagaimana virus Corona di bisa ditangani dengan baik. Saya berapa kali mengontak famili saya di . Baik saat kasus Corona meledak seperti neraka maupun setelah reda. Kebetulan salah seorang wartawan .com, Subaidah, juga warga .

“Selama dua minggu berturut-turut disemprot disinfektan. Baik di pasar maupun di rumah-rumah warga di kampung-kampung,” tutur Lisa Muyassir, salah seorang famili saya dari ujung telepon di Bangkalan.

Lisa Muyassir adalah perempuan muda yang tiap hari berjualan pakaian di Pasar . Tapi saat virus corona mengganas ia tak berani keluar. “Orang semua ketakutan. Tiap hari di kampung saya 6 orang meninggal. Itu di kampung saya saja. Belum di kampung lain,” kata Lisa dengan suara bergidik sambil berkali-kali minta didoakan agar ia dan keluarganya selamat dari serangan virus Corona.

Menurut Lisa, warga semula sangat bandel. Tak pernah peduli protokol kesehatan (Prokes). Mereka selalu berkerumun. Baik dalam acara resepsi pernikahan maupun cangkruk dan pelesiran.

Bahkan, kata Lisa, orang yang taat prokes justru dipersoalkan. “Dulu kalau ada orang pakai masker ditertawakan. Sekarang mereka pakai masker rangkap tiga,” kata Lisa.

Kemarin sore, Jumat (16/7/2021), saya kontak Lisa Muyassir lagi. Menurut dia, penyemprotan disinfektan terus digencarkan. Warga juga tidak mengandalkan pemerintah.

“Kita di kampung urunan (sumbangan). Sampai sekarang masih kita semprot karena dana (hasil urunan) itu masih ada,” kata Lisa Muyassir.

Sekarang ia mengaku sudah merdeka. Ia bebas ke mana-mana. Saat saya kontak Lisa mengaku sedang melintas di Jembatan Suramadu.

Hajah Yeni Susilowati, warga yang lain, juga sempat saya kontak. Menurut dia, saat virus Corona menyerang, benar-benar mencekam. Orang mati di mana-mana. Warga pun tak ada yang berani keluar rumah.

Lalu beberapa kiai kampung berkeliling membaca qasidah burdah dan dzikir. Burdah adalah qasidah yang dicipta Imam Al-Busyiri yang isinya puji-pujian kepada Rasulullah SAW.

Artinya, selain upaya-upara rasional sesuai ilmu kesehatan juga ada upaya spiritual. Tentu dimensi spiritualitas itu sesuai keyakinan agamanya masing-masing.

Alhasil, salah satu yang paling digencarkan adalah penyemprotan disinfektan. Tentu di samping penyekatan, gerakan pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak, di samping yang lain. Memang ada informasi bahwa disinfektan tidak direkomendasikan WHO. Tapi kalau ternyata efektif dan tidak mengganggu kesehatan. Kenapa tidak? 

Saya melihat pada PPKM Darurat ini tak ada sama sekali penyemprotan disinfektan. Baik di Surabaya maupun di daerah kabupaten dan kota lain di Jawa Timur. Padahal virus varian baru dikabarkan melayang-layang di udara.

Yang paling dominan dalam PPKM Darurat justru penyekatan. Padahal rakyat sudah jenuh. Kenapa? Penyekatan bukan saja mematikan ekonomi tapi juga pemborosan ekonomi rakyat. Kendaraan harus berputar-putar. Karena d imana-dimana jalan raya ditutup. Otomatis pengeluaran BBM berlipat.

Belum lagi rakyat harus bertengkar. Dengan petugas di jalan raya. Karena dibentak-bentak. Kapolri yang pernah berjanji akan mengedepankan pendekatan humanis ternyata praktik di lapangan berbeda. Warga pun banyak yang jengkel. Gaduh. Tak bersahabat. Wallahu a’lam bisshawab.

Penulis alumnus Pesantren Tebuireng, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater-Wartawan Surabaya (Stikosa-AWS) dan Pascasarjana Unair. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Lihat juga video 'Detik-Detik Warga Desa Lokki Maluku Nekat Rebut Peti Jenazah Covid-19':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO