Silaturahim, Pengasuh Pesantren Lirboyo Kediri dan Amanatul Umah Mojokerto Saling Rendah Hati

Silaturahim, Pengasuh Pesantren Lirboyo Kediri dan Amanatul Umah Mojokerto Saling Rendah Hati Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim dan KH. Kafabih Mahrus Ali di ruang tamu di Guest House Institut Pesantren KH Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto, Selasa (4/5/2021) malam. foto: mma/ bangsaonline.com

MOJOKERTO, BANGSAONLINE.com – Apa yang terjadi jika dua kiai pengasuh pondok pesantren besar bertemu? Ternyata malah saling rendah hati alias tawadlu.

Itulah yang terjadi saat KH Kafabih Mahrus Ali, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri silaturahim dengan Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Mojokerto, Jawa Timur.

Pertemuan dua kiai kharismatik dan berpengaruh itu terjadi di Guest House Institut Pesantren KH Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet, Mojokerto, Selasa (4/5/2021) malam. Pantauan BANGSAONLINE.com, Kiai Kafabih bersama putranya, Gus Ahmad Al-Hafidz, dan beberapa alumnus Pondok Pesantrern Lirboyo.

“Ini anak saya,” tutur Kiai Kafabih mengenalkan Gus Ahmad kepada Kiai Asep. Gus Ahmad yang hafal al-Quran 30 juz itu pun dengan penuh ta’dzim menyalami Kiai Asep.

Selain Gus Ahmad, dalam rombongan kecil itu tampak Gus Habib dan Gus Zuhri Mojokerto.

Kiai Kafabih semula banyak bertanya tentang pondok pesantren Amanatul Ummah. Mulai dari jumlah guru hingga mahasiswa luar negeri yang kuliah di Institut Pesantren KH Abdul Chalim. Kiai Asep menjelaskan bahwa mahasiswa asal luar negeri yang kuliah di Institut Pesantren KH Abdul Chalim berasal dari 9 negara.

(M Mas'ud Adnan owner HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE.com ikut tabarrukan dalam pertemuan Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim dan KH. Kafabih Mahrus di Guest House Institut Pesantren KH Abdul Chalim Pondok Pesantren Amanatul Ummah Pacet, Mojoketo, Jawa Timur, Selasa (4/5/2021) malam. foto: bangsaonline.com)

Kiai Kafabih lalu bertanya, apakah bahasa Arab mereka, terutama yang berasal dari negara Arab sudah baik? Kiai Asep yang fasih bahasa Arab dan bahasa Inggris itu menjawab, sebagian sudah baik, namun sebagian masih belum baik.

“Mereka kita ajari bahasa Indonesia. Hanya tiga bulan mereka sudah bisa berbahasa Indonesia,” tutur Kiai Asep yang dikenal sebagai kiai miliarder tapi dermawan.

Dua kiai kharismatik itu kemudian juga menyinggung tentang situasi umat Islam dan Wahabi, serta sedikit tentang kondisi NU.

Tak lama kemudian Kiai Kafabih pamit. Namun Kiai Asep mencegah. “Dahar riyin (makan dulu),” ajak Kiai Asep lalu beranjak ke ruang tengah. Kiai Kafabih dan rombongan kecil itu pun makan malam bersama Kiai Asep.

Lalu apa komentar Kiai Asep tentang Kiai Kafabih? “Beliau alim dan pintar baca kitab,” tegas putra KH. Abdul Chalim Luwimunding, salah satu ulama yang ikut mendirikan NU dan dikenal teman akrab KH. Abdul Wahab Hasbullah itu.

“Kalau di Lirboyo, siapa yang alim, saya tahu,” tambah Kiai Asep.

Kiai Kafabih bahkan bukan hanya pintar dan alim. Cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo KH. Abdul Karim itu juga sufistik. Pengamal ilmu tasawuf.

Maka mudah dipahami jika putra pasangan KH Mahrus Ali-Nyai Zainab nomor 12 dari 14 bersaudara yang lahir 2 September 1960 itu selalu tampil bersahaya dan empatik serta menghargai semua orang. 

Kiai Mahrus Ali adalah menantu KIai Abdul karim dan dikenal sebagai tokoh besar NU. Kiai Mahrus Ali juga dikenal jago silat dan pernah menjadi Rais Syuriah PWNU Jatim dan Mustayar PBNU. (mma)