Tafsir Al-Kahfi 47-49: Berbaris Telanjang di Depan Tuhan

Tafsir Al-Kahfi 47-49: Berbaris Telanjang di Depan Tuhan Ilustrasi.

Setelah membicarakan kemegahan dunia yang berbalut harta dan keluarga, dan menasihati bahwa itu semua bakal sirna kecuali al-baqiyat al-shalihat, maka ayat kaji ini menandaskan, bahwa hal tersebut nyata sekali ketika gunung-gunung bergeser, hancur, dan rata dengan tanah. Manusia digiring berbaris di hadapan Tuhan menanti pengadilan. Kala itu, al-baqiyat al-shalihat berguna.

Kedahsyatan hari kiamat sungguh tidak terbayangkan. Bagaimana mungkin gunung-gunung bergeser dan beterbangan. Semua planet, bintang, rembulan, dan matahari berbenturan. Langit pecah dan seterusnya. Itu pasti terjadi, tinggal kita mau beriman, lantas mempersiapkan diri atau mengingkari.

"laqad ji'tumuna kama khalaqnakum awwal marrah..". Wujud manusia persis seperti sedia kala, saat dia lahir. Umumnya mufasirun mengatakan, bahwa yang dimaksud adalah telanjang, tanpa busana. Hadis riwayat ibu A'isyah justru menyatakan lebih rinci. "hufah, 'urah, ghurla..". Berjalan tanpa alas kaki, telanjang tanpa busana, dzakarnya utuh, belum dikhitan.

Ketika Rasulullah SAW mengisahkan keadaan hari kiamat macam itu, sebagai wanita, ibu 'Aisyah bertanya: "Ya Rasulallah, bagaimana mungkin itu terjadi, laki dan perempuan bercampur jadi satu. Nanti kan saling melihat kemaluan?". Rasul menjawab: "Ya 'Aisyah, keadaan sangat pedih dan menakutkan, sehingga tidak ada yang punya pikiran ke situ".

Ya, jika ada bencana alam yang menimpa, seperti gempa bumi, banjir bandang, kebakaran besar, masing-masing manusia pasti pada lari menyelamatkan diri. Saat sama-sama lari dan ketakutan, meskipun ada yang telanjang di depan mata, apa ada yang sempat lirak-lirik? Masing-masing hanya berpikir menyelamatkan diri saja.

Maksiat itu melakukan hal yang dilarang agama dalam keadaan normal. Dia sehat, merasakan, dan sadar, maka kala itu sebuah perbuatan dinilai sebagai dosa. Makanya, agama tidak menghitung perbuatan orang yang dipaksa. Hal itu karena bukan atas kehendak sendiri, melainkan tertekan dan sama sekali tidak menikmati.

Seorang cewek yang diperkosa, maka dia tidak dosa selagi selama pemerkosaan berlangsung, hatinya benar-benar berontak, membenci, dan tenaganya melawan. Seperti menendang, mencakar, atau berteriak. Jika diancam dibunuh kalau berteriak, maka minimal hatinya membenci dan tidak rela. Kalau hatinya rela dan merasakan, maka sama-sama berzina dan berdosa.

*Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag adalah Mufassir, Pengasuh Rubrik Tafsir Alquran Aktual HARIAN BANGSA, dan Pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an (MQ), Tebuireng, Jombang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO