Rizal Ramli Kritisi Sistem Ambang Batas dalam Pilkada dan Pilpres, Minta 0 Persen

Rizal Ramli Kritisi Sistem Ambang Batas dalam Pilkada dan Pilpres, Minta 0 Persen Dr. Rizal Ramli, Ekonom Senior. foto: ist.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Tokoh nasional mengkritisi keberadaan threshold atau ambang batas dalam pemilihan kepala daerah atau presiden. Menurut mantan anggota tim panel ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa itu, ambang bataslah yang membuat demokrasi biaya tinggi dan menjadi pemicu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur ini menyebut adanya syarat ambang batas itu membuat calon kepala daerah harus berburu rekom partai untuk bisa maju pilkada. Tentu, rekom itu didapat tidak dengan gratis. Melainkan dengan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atau biasa disebut mahar.

"Saya minta hapuskan saja itu ambang batas atau jadikan nol persen, baik di Pilkada maupun Pilpres. Biar semua partai bisa mengusung calon. Toh mereka sudah diseleksi dalam pemilu. Semakin banyak calon, rakyat jadi semakin banyak pilihan," tutur lewat sambungan telepon, Senin (17/8/2020).

Penasehat Forkom Jurnalis Nahdliyin yang akrab disapa Gus Romli ini menceritakan, dirinya sebulan lalu bertemu dua orang pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dua direktur di lembaga antirasuah tersebut.

Pimpinan KPK itu bercerita baru menangkap tangan seorang kepala daerah di Kalimantan yang istrinya seorang ketua DPRD di kabupaten yang sama. Mereka berkolusi dengan cukong untuk memainkan proyek dengan tujuan kembali melanggengkan kekuasaan lewat pilkada.

"Syarat ambang batas ini yang membuat demokrasi rusak, karena calon harus keluar uang untuk mendapatkan rekom. Ketika berkuasa, kepala daerah akan berkolusi dengan cukong untuk mengembalikan modal. Dan mereka bisa menggadaikan kekayaan alam untuk kembali berkuasa atau melanggengkan kekuasaan lewat dinasti politik," ujar RR. (mdr/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO