Dari Sidang Tipikor, Kuasa Hukum Sekda Gresik Anggap Tindakan Kliennya Bukan Korupsi

Dari Sidang Tipikor, Kuasa Hukum Sekda Gresik Anggap Tindakan Kliennya Bukan Korupsi Sekda Andhy Hendro Wijaya ketika menjalani sidang di PN Tipikor Surabaya, Jumat (21/2). foto: ist.

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Sidang lanjutan kasus korupsi di Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Gresik dengan terdakwa mantan Kepala BPPKAD, Andhy Hendro Wijaya, kembali digelar di PN Tipikor Surabaya, Jumat (21/2).

Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim I Wayan Sosiawan menghadirkan keterangan 2 saksi ahli. Mereka adalah Dr. Prija Jatmiko, S.H., M.Hum, ahli pidana dari Universitas Brawijaya, Malang dan Bambang Suheryadi saksi ahli pidana Universitas Airlangga (Unair), Surabaya.

Kuasa Hukum Terdwaka Andhy Hendro Wijaya, Hariyadi, S.H. menyatakan, bahwa perbuatan kliennya tidak termasuk korupsi. Sebab, tidak memenuhi unsur memaksa memotong insentif pajak pegawai BPPKAD.

Hariyadi memaparkan keterangan saksi ahli Dr. Prija Jatmiko, bahwa pasal yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yaitu Pasal 12 e dan 12 f, keduanya ada unsur memaksa.

"Pasal 12 e, itu dilakukan pejabat yang punya pengaruh kepada pegawai atau di bawahnya. Unsur pasal 12 f, ini sifat memaksanya ada pada kalimat seolah-olah punya kewajiban utang, padahal tidak ada kewajiban. Sebab, ada saksi yang tidak setor dan tidak ada sanksi," ungkap Hariyadi.

Hariyadi juga mengungkapkan, bahwa saksi ahli menerangkan dakwaan kesatu dan kedua, itu harus dibuktikan. "Namun, jika di jawaban primer dan sekunder cukup membuktikan salah satu dakwaan," ungkap Hariyadi mengutip keterangan saksi ahli Dr Prija Jatmiko.

Hariyadi juga menjelaskan keterangan saksi ahli Dr. Emmanuel Sujatmoko, S.H., M.Si. "Dalam pasal 12 e dan 12 f merupakan kategori delik pidana korupsi pemerasan yang dilakukan oleh penyelenggara negara dengan kekuasaannya. Kalau tidak menuruti perintah akan mendapat sanksi. Tapi jika pemerasan di pasal 22 f, unsur pemerasannya seolah-olah punya utang," jelasnya.

"Hal serupa juga disampaikan saksi ahli pemerintahan, bahwa setoran yang dilakukan para PNS setelah uang diterima penuh itu tidak memenuhi unsur pidana korupsi. Kalau digunakan untuk keperluan lain dari kesepakatan, itu masuk penggelapan, bukan korupsi," pungkasnya.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO