Oleh: Dr. KH. A Musta'in Syafi'ie M.Ag*
70. Walaqad karramnaa banii aadama wahamalnaahum fii albarri waalbahri warazaqnaahum mina alththhayyibaati wafadhdhalnaahum ‘alaa katsiirin mimman khalaqnaa tafdhiilaan.
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Abu Bakar R.A., Khalifah yang Rela Habiskan Hartanya untuk Sedekah
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.
TAFSIR AKTUAL
Terkait ramai-ramai soal label "kafir", dalam beda pendapat itu ada dua istilah: Pertama, khilafiyah dan kedua hafawat atau saqathath. Khilafiyah adalah perbedaan pendapat, di mana masing-masing punya dasar yang kuat, seperti nash, al-qur'an, al-hadis, atau ijtihad yang benar sesuai kaidah. Maka nilai masing-masing pendapat adalah benar dan bisa dijadikan hujah, serta sah diamalkan.
Sedangkan saqathtath atau hafawat adalah pendapat ngawur yang menyalahi kaidah pemikiran secara umum. Bisa tanpa rujukan kuat atau akal-akalan belaka. Orang bisa berkata beda tafsir, tapi dasar tafsir yang dipakai apa. Mungkin akal-akalan dan kepentingan nafsu. Fuqaha sepakat, bahwa saqathath tidak bisa dijadikan hujjah.
Contoh khilafiyah seperti menyentuh istri, apakah membatalkan wudlu atau tidak? Malik ibn Anas mengatakan "tidak" dan muridnya, al-Syafi'ie yang mengatakan "ya" sama-sama punya dasar yang kuat, sehingga keduanya bisa dijadikan hujjah. Silakan, sekadar kesentuh kulit istri, lalu tetap shalat. asal wudlu anda sempurna, maka sah-lah shalat anda.