PDIP: Kenapa JK Sangat Bernafsu Naikkan Harga BBM

PDIP: Kenapa JK Sangat Bernafsu Naikkan Harga BBM Wakil Presiden Jusuf Kalla ngotot menaikkan harga BBM. foto: kompas


JAKARTA(BangsaOnline) Anggota DPR RI dari fraksi PDI Perjuangan Effendi Simbolon mempertanyakan sikap Wakil Presiden Jusuf Kalla yang tampak bernafsu menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

"Kenapa ya malah Pak JK yang begitu bernafsu menaikan ?" ujar Effendi di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (4/11/2014) siang.

Mantan anggota komisi VII DPR RI tersebut melanjutkan, situasi tersebut sangat berbeda jika dibanding sikap Presiden RI Joko Widodo yang terlihat lebih 'adem ayem' menanggapi wacana kenaikan harga BBM akhir 2014 ini.

"Saya enggak tahu ya ada apa di balik itu. Yang saya tanya cuma kenapa JK bernafsu sekali?" lanjut Wakil Ketua DPR tandingan versi Koalisi Indonesia Hebat tersebut.

Effendi khawatir rencana kenaikan itu ditunggangi kepentingan kaum neoliberal yang menyusup ke dalam Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla. Effendi berpendapat, kenaikan itu mestinya diikuti sejumlah perbaikan, baik di bidang distribusi minyak hingga ke kebijakan tata niaganya.

"Soal tata niaga energinya tidak ditangani, ini yang ditangani malah masalah program jaring pengaman sosialnya. Mending enggak usah ada pemerintahan Jokowi, mending lanjutkan saja SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) lagi," ujar dia.

Sebelumnya, Kalla menegaskan, kenaikan akan terjadi pada bulan November ini. Kalla menjelaskan, pemerintah harus menaikkan untuk mengalihkan subsidi ke sektor yang lebih produktif.

Ia menuturkan, pemerintah masih akan mencari waktu tepatnya sambil menunggu tersebarnya Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Menurut Kalla, subsidi BBM akan dialihkan ke beberapa program lain yang dianggap lebih memberikan manfaat terhadap masyarakat secara merata dan signifikan. Beberapa program itu di antaranya adalah KIS dan KIP.

Rieke Diah Pitaloka, anggota DPR yang juga dari Fraksi PDI Perjuangan, mengungkapkan bahwa APBN 2014 dibuat pemerintahan SBY sebesar Rp 1,876,872.7 triliun. Dari dana itu, sekitar Rp 246,494.2 triliun, atau 14,4 persennya, digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM). Artinya, masih ada 85,6 persen yang harus disisir secara seksama, apakah misalnya sudah sampai untuk kebutuhan rakyat atau justru menjadi bancakan para pemburu rente.

"Apapun, dengan alokasi 14,4 persen untuk subsidi BBM adalah tidak bisa dijadikan penyebab defisit APBN," kata Rieke (Selasa, 4/11).

Rieke mengingatkan lagi, postur APBN 2014 dibikin oleh pemerintahan SBY. Sementara pemerintahan Jokowi yang baru berusia dua minggu tentu tak bertanggung jawab atas salah alokasi APBN 2014. Namun, tentu tak berarti Jokowi harus lari dari akibat postur APBN 2014 buatan SBY.

"Jokowi adalah solusi. Kalaupun ada devisit, saya masih yakin, Pemerintah Jokowi tak akan cari jalan pintas. Ada alternatif-alternatif yang bisa dilakukan selain mencabut subsidi BBM. Belum ada bukti pencabutan subsidi BBM dengan kompensasinya seperti BLT dan BLSM pasti akan membuat rakyat sejahtera," demikian Rieke.

Sumber: merdeka.com/kompas.com

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO