Tafsir Al-Isra' 39: Haji, Bentuk Tantangan Tuhan Kepada Tuhan-Tuhanan

Tafsir Al-Isra Ilustrasi

Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag

39. Dzaalika mimmaa awhaa ilaika rabbuka mina alhikmati. walaa taj’al ma’a Allaahi ilaahan aakhara fatulqaa fii jahannama maluuman madhuraa

Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhan kepadamu (Muhammad). Dan janganlah engkau mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, nanti engkau dilemparkan ke dalam neraka dalam keadaan tercela dan dijauhkan (dari rahmat Allah).


TAFSIR AKTUAL:

“fatulqaa fii jahannama maluuman madhuraa”. Mereka yang mengingkari ekistensi Allah SWT atau menyekutukan akan terlempar di neraka jahanam dalam kondisi “maluma, madhura”. Malum, artinya tercela dan madhur artinya jauh. Tafsir klasik mengarahkan pesan ayat studi ini ke alam akhirat dengan makna, bahwa pendusta itu sangat hina karena dilempar ke dalam jahannam begitu jauh dan menukik hingga sangat menyiksa, hina, dan rendah.

Sedangkan sisi substansial terkait pengingkar wahyu, bahwa pengingkar wahyu akan terpental kalah dan tidak akan pernah bisa mengungguli konsep wahyu. Kita ambil satu acara ritual haji. Orang barat membahasakan haji dengan festival. Ya, tapi festival yang melampaui semua festival.

Teman penulis yang nonmuslim berseloroh soal peribadatan dalam islam termasuk haji yang kira-kira arah ngomongnya begini “wong islam itu dikibuli agamanya wong arab”. Namanya benci, memandang ibadah haji hanya dilihat dari grudag-grudugnya, kayak anak-anak yang sedang bermain-main atau camping.

Pakai seragam ihram, berawal dari start tertentu (miqat makani), sorak-sorak (talibiyah), jalan mengelilingi Ka’bah (tawaf), jalan lincah (sa’iy), camping (wuquf), dilanjutkan kerkemah malam hari (mabit), ritual buang sial (jamrah), gunting pita (tahallul) dan lain-lain.

Silakan, begitulah cara pandang orang yang tidak beriman. Sedangkan cara pandang orang beriman hanya satu kata. Semua itu dilakukan hanya karena murni mematuhi perintah Allah SWT saja, titik. Itulah wahyu, itulah agama, itulah kepatuhan, itulah keimanan. Perkara ada hikmah di balik simbol-simbol dan gerak ritual itu soal lain. Tidak ngerti hikmahnya juga tidak apa-apa.

Itulah, maka ikrar pelaku ibadah haji saat menjalani ritual tawaf – misalnya – mereka berikrar yang prolognya begini “Allahumm, imana Bik wa tashdiqa bi kitabik wa ittiba’a bi Rasululik...“. Ya Tuhan, kami jalani ibadah ini murni karena beriman kepadaMU, karena membenarkan pesan kitab suci-MU, karena mengikuti laku utusan-MU ... dst.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO