Kritik Kenaikan BBM dan Pembangunan Infrastruktur, BEM UM Kirim Surat Terbuka untuk Jokowi

Kritik Kenaikan BBM dan Pembangunan Infrastruktur, BEM UM Kirim Surat Terbuka untuk Jokowi Ilustrasi

MALANG, BANGSAONLINE.com - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi akhir Februari lalu terus mendapat sorotan dari masyarakat, tak terkecuali mahasiswa sebagai agent of change. Sejumlah mahasiswa dari perguruan tinggi di berbagai daerah menggelar aksi untuk menolak kebijakan tersebut, lantaran dinilai akan semakain mencekik rakyat miskin.

Bahkan, baru-baru ini Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan jika inflasi secara bulanan pada Maret 2018 meningkat 0,20 persen. BPS menyatakan ada berbagai faktor yang mempengaruhi angka inflasi, yakni kenaikan harga seluruh indeks kelompok pengeluaran. Namun, Kepala BPS Kecuk Suhariyanto menjelaskan jika biang keladi inflasi adalah kelompok transportasi, khususnya kenaikan BBM.

Terkait hal ini, Badan Eksekuti Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Malang (UM) mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Tidak hanya menyoroti soal kenaikan BBM, BEM UM juga mengkritik terkait lambatnya pembangunan infrastruktur.

Berikut surat terbuka dari BEM UM yang diterima redaksi BANGSAONLINE.com:

Pengurusan masih berjalan, Presiden Jokowi fokus ke Capres 2019, infrastruktur terbengkalai, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi jenis pertalite naik! Kinerja Presiden Republik Indonesia di tahun 2018 sangat mencengangkan masyarakat.

Apa yang sebenarnya diinginkan Presiden Jokowi?

Pada hakikatnya, sebuah kepemimpinan bisa dikatakan sukses jika janji-janji yang dulu dilontarkan pada masyarakat saat kampanye dapat terlaksana dalam masa jabatannya.

Indonesia adalah salah satu negara berkembang. Pada tahun 2017 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan mencapai hampir 262 juta jiwa, tetapi persentase jumlah penduduk Indonesia saat ini tidak mempresentasikan pemerataan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang dialami sampai saat ini belum terselesaikan terkait keadaan kedudukan ataupun posisi seorang individu dalam masyarakat yang ditinjau dari segi sosial seperti pendidikan dan ekonomi yang meliputi pekerjaan, pendapatan, atau penghasilan.

Perkembangan keadaan sosial ekonomi Indonesia secara umum selalu dikaitkan dan sangat erat hubungannya dengan kegiatan perpolitikan di negara ini. Kuatnya peran sistem politik yang ada di Indonesia mempengaruhi sebagian besar keadaan sosial ekonomi Indonesia secara umum.

Besarnya peran pemimpin negara dalam hal ini adalah pengaturan ataupun kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh berbagai birokrasi pemerintahan yang mempengaruhi kondisi sosial masyarakat Indonesia. Ketika suatu presiden menang dalam sebuah eleksi, maka kebijakan yang mereka buat itulah yang secara otomatis mempengaruhi kondisi tersebut, entah memperbaiki atau malah memperburuk karena perubahan keadaan sosial ekonomi masyarakat.

Pernyataan terbuka dari PT Pertamina (Persero) atas penetapan kenaikan pada Sabtu 24 Februari 2018 berlaku untuk BBM non-subsidi dengan jenis Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Racing, Dexlite, dan Pertamina Dex. Kenaikan harga berada di kisaran Rp300 per liter. Harga Pertamax dari Rp8.600 per liter kini menjadi Rp8.900 per liter, sedangkan Pertamax Turbo menjadi Rp10.100. Kenaikan tertinggi terjadi pada jenis Dexlite. Dari Rp7.500 per liter kini menjadi Rp8.100 per liter. Adapun harga Pertalite menjadi Rp7.600 per liter.

Pernyataan ini secara langsung membuat masyarakat semakin tercekik dalam pemenuhan kebutuhan mereka sehari-hari. Imbas yang dirasakan masyarakat bukan hanya berada pada kisaran BBM saja. Dampak kenaikan ini akan menjalar ke harga pangan dan tranportasi di Indonesia.

Kinerja Jokowi yang membohongi rakyat tidak hanya terkait kenaikan di tahun 2018. Namun juga terkait janji-janji yang pernah disampaikan saat kampanye, seperti pembangunan infrastruktur di Indonesia yang belum merata, tapi janji yang dulu disampaikan tidak sesuai dengan ekspektasi di lapangan saat ini. Salah satu yang menghambat perekonomian Indonesia saat ini adalah lambatnya pembangunan infrastruktur. Hal ini ditandai dengan kurangnya kualitas dan kuantitas infrastruktur atau prasarana. Baik infrastruktur "keras" (yang merujuk kepada jaringan fisik seperti jalan dan bandara) maupun infrastruktur "non-fisik" atau "lunak" (seperti pasokan listrik, kesejahteraan sosial, dan kesehatan).

Indonesia tampaknya memiliki kesulitan untuk mendorong pengembangan struktural secara cepat. Dalam Global Competitiveness Report 2015-2016 yang disusun oleh lembaga World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati urutan ke-62 dari 140 negara dalam hal pembangunan infrastruktur. Peringkat yang bertahan di standar rata-rata, namun justru menyebabkan beberapa masalah besar dalam perekonomian Indonesia.

Banyaknya permasalahan yang masih belum terselesaikan dan perlu diperbaiki di Indonesia untuk tujuan kesejahteraaan masyarakat Indonesia masih membuat Presiden Jokowi acuh tak acuh dengan tugas jabatan presiden yang masih diembannya, beliau justru lebih memfokuskan diri untuk menjadi calon presiden Repoblik Indonesia pada tahun 2019.

Lihat juga video 'Presiden Jokowi Unboxing Sirkuit Mandalika, Ini Motor yang Dipakai':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO