Tanya-Jawab Islam: Ingin Ambil Hak Warisan Berupa Toko atau Usaha

Tanya-Jawab Islam: Ingin Ambil Hak Warisan Berupa Toko atau Usaha DR KH Imam Ghazali Said MA

>>>>>> Rubrik ini menjawab pertanyaan soal Islam dalam kehidupan sehari-hari dengan pembimbing Dr. KH. Imam Ghazali Said. SMS ke 081357919060, atau email ke bangsa2000@yahoo.com. Jangan lupa sertakan nama dan alamat. <<<<<<

Pertanyaan:

Assalamualaikum wr wb. Suami saya anak pertama dari lima bersaudara. Bapak Ibu mertua punya usaha toko di pasar yang omzet per hari sekitar 30 juta. Semua lima bersaudara ini bantu di pasar dan masih usia sekolah. Usai suami menikah dengan saya, kami dibuatkan rumah sendiri sebagai anak pertama. Sejak bapak meninggal tahun 2005 usaha dikelola ibu dan 5 bersaudara. Tahun 2006 suami dapat pekerjaan sendiri sehingga kami tidak bantu lagi kerja di toko. Dan kami hidup mandiri memenuhi kebutuhan sendiri. Semua usaha dikelola ibu dan adik laki-laki nomor dua dan nomor lima dan adik perempuan nomor tiga. Mereka akhirnya sudah menikah punya anak-anak dan sudah dibuatkan rumah semua, mereka hidup dan menyekolahkan anak-anak mereka dari uang toko, hanya suami dan adik nomor tiga yang hidup mandiri tanpa pernah merepoti uang dari toko. Usia suami sekarang sudah 43 tahun, adik-adik yang mengelola toko juga ikut asuransi jiwa senilai masing-masing 400 juta, bahkan sebagian dari mereka sudah daftar haji. Intinya mereka hidup serba berlebih dan tidak pernah kekurangan dari usaha toko itu. Nah, karena suami saya sangat taat sama ibunya, dia sangat takut untuk menanyakan hak-haknya. Bagaimana ini Pak Yai? (Hamba Allah, Surabaya)

Jawab:

Pada dasarnya dalam cerita Ibu ada dua hal penting yang perlu dijelaskan, hanya saja Ibu masih sungkan memperjelaskannya. Pertama, hak harta waris suami dari ayahnya yang telah meninggal. Dan memang suami Ibu punya hak di sana. Seharusnya harta peninggalan bapak dari suami Ibu itu diwaris sesaat setelah meninggal, agar tidak menjadi kerancuan dalam penghitungannya. Kalau hal itu dilakukan sekarang, -yang mungkin sudah puluhan tahun lalu- akan terjadi kesulitan dalam menentukan harta asli peninggalan mertua.

Oleh sebab itu, waris itu seharusnya dilakukan sejak awal. Jika harta yang ditinggalkan adalah sebuah toko, maka nilai harga dan omzet toko itu yang dihitung sebagai harta waris. Bila di dalam toko ada harta ibu mertua, harus dipisahkan dulu. Bisa jadi kemudian toko itu dimiliki bersama, masing-masing memegang saham sekian persen, atau toko itu dimiliki/dibeli salah satu dari anak-anaknya dan hasil pembeliannya dibagikan kepada yang tidak memiliki toko. Hal ini sangat teknis, tentunya tetap dibagikan sesuai ukuran yang sah sesuai ilmu waris.

Namun, kejadian ini sudah lewat bertahun-tahun, harusnya itu dilakukan dulu. Kalau sekarang harta waris itu sudah tidak jelas lagi karena sudah berkembang. Suami ibu bisa saja menuntut hak warisnya tapi juga harus melihat kondisi jangan sampai membuat hubungan persaudaraan menjadi tidak rukun, apalagi dengan Ibu. Jangan sampai membuatnya tersinggung sedikit pun. Sangat butuh kearifan dalam hal ini.

Kedua, terkait dengan saudara-saudara yang kehidupannya bergantung pada penghasilan toko, seperti menyekolahkan dan membuat rumah, itu sah-sah saja. Karena mereka membantu dan bekerja menjalankan toko. Ibarat Ibu mertua adalah pemilik toko, dan anak-anaknya adalah pegawainya yang bekerja pada ibu mertua.

Maka, seorang anak boleh bekerja kepada orang tuanya dan mendapatkan upah. Dan ini sah hukumnya dalam syariat islam sesuai dengan akad (transaksi) sewa-menyewa jasa. Oleh karena itu, saudara-saudara suami dapat dipahami sebagai karyawan yang bekerja pada toko itu, yang kemudian dapat membangun rumah, berangkat haji dll.

Atau bisa jadi ibu mertua punya pandangan lain bahwa toko itu tetap dikelola dengan baik agar dapat membiayai keluarga ibu mertua, biaya pendidikan dan lain-lain. Hal bisa jadi jadi pertimbangannya, maka perlu hati-hati dalam menyelesaikan permasalahan ini. Wallahu a’lam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO