Banyak Bangunan Tua di Surabaya Tak Terawat dengan Baik

Banyak Bangunan Tua di Surabaya Tak Terawat dengan Baik Salah satu cagar budaya yang merana.

Cak Dullah, sapaannya, prihatin atas kondisi jalan itu. Menurutnya, antara Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jatim saling lempar tanggung ajwab. “Padahal keberadaan bangunan liar yang dihuni warga T-4 (tempat tinggal tidak tetap) dulunya diobrak pemkot. Tapi kenapa soal jalan saja belum mendapat perhatian,” tanyanya.

Neneng Dwi Suchufi, salah seorang pelaku bisnis perjalanan dari Raafi Tours & Travel berpendapat bangunan tua di wilayah Surabaya utara bisa menjadi potensi minat khusus. “Biasanya yang berminat datang ke bangunan tua adalah orang yang memiliki memori sehubungan keberadaan kota atau bangunan tua di sini. Misalkan anak-cucu warga Belanda yang nenek moyangnya dulu pernah di sini,” ujar Neneng.

Direktur Sjarikat Poesaka Surabaya atau Surabaya Heritage Fredy H Istanto kembali menjabarkan jika kawasan Jalan Kembang Jepun, yang tak jauh dari Jembatan Merah dulunya pusat bisnis, titik perdagangan. “Dulu disebut Handle Straat. Handle itu perdagangan, straat itu jalan,” kata Fredy.

Karena pusat bisnis, wajar jika sisa bangunan yang ada menguatkan dulunya digunakan sebagai tempat usaha. Singkatnya, Rumah Toko (Ruko). Bahkan ada bangunan besar berlantai dua yang kini menjadi asset PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI).

Tidak jauh dari gedung RNI ini ada menara pandang, tepatnya masuk wilayah RW-IX, Kelurahan Nyamplungan, Kecamatan Pabean. Menara ini dulu untuk mengawasi kapal-kapal yang sandar di Kalimas.

Ibrahim, warga Kampung Baru Bangilan, RW-IX, Kelurahan Nyamplungan, Kecamatan Pabean berharap kampungnya dengan banyak bangunan tua bisa dikemas menjadi tujuan wisata kota lama. “Dulu menara ini pernah menjadi markas tentara Gurkha,” tuturnya.

Peserta seminar travelling sempat menyeberangi sungai Kalimas dengan perahu tambang, yang yang dioperasikan Mbah Asrun, warga Jalan Kalimas Timur. Dia berharap ada banyak pengunjung datang setelah bangunan di Surabaya utara menjadi bagian wisata kota tua. Tentunya setelah ada perhatian pemkot.

“Saya kenakan ongkos Rp1000 tiap orang yang menyeberang dari Kalimas Timur ke Kalimas Barat,” tuturnya. Penghasilannya per hari maksimal Rp50 ribu, itupun harus dipotong Rp25 ribu sebagai setoran perahu.

Bangunan tua di kawasan Jalan Panggung, Kalimati, Kalimas Barat bisa menjadi destinasi paket wisata. Termasuk bangunan tua, eks Penjara Kalisosok dan lainnya.

Ketua Komunitas Peduli Surabaya Rek Ayo Rek (RAR) Herman Rivai menyebut pihaknya akan membuat rekomendasi tertulis dan disampaikan ke Pemkot Surabaya, Pemprov Jatim, Balai Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI), Komisi X DPR RI dan pihak lain yang memiliki kewenangan dan perhatian pada cagar budaya.

Harapannya ada solusi perawatan hingga menjadikannya sebagai tujuan wisata.“Bersama tim, hasil seminar travelling ini akan kami godog,” kata Herman Meneer, sapaannya. Dipanggil demikian lantaran kakek moyangnya merupakan warga Belanda.

Sachiroel Alin Anwar, pemerhati Kota Surabaya berharap ada political will pemerintah untuk melestarikan kawasan lama yang menjadi situs cagar budaya. “Selain ada perhatian berupa perawatan, perhatian lain bisa kebijakan pemotongan pajak bumi dan bangunan (PBB) serta lainnya,” kata Alim. Kebijakan ini diberlakukan di negara lain yang menjadikan bangunan tua bagian tujuan wisata. China, Korea, dan lainnya. (yul/dur)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO