Ilusstrasi. Foto: Ist
SIDOARJO, BANGSAONLINE.com - Memilih teknologi internet rumah tangga harus disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi layanan yang tersedia.
Untuk wilayah yang sudah terjangkau jaringan fiber, Fiber-to-the-Home (FTTH) menjadi pilihan utama karena menawarkan stabilitas tinggi, kecepatan maksimal, serta performa konsisten tanpa terpengaruh cuaca maupun kepadatan pengguna.
Sementara itu, bagi daerah yang belum memiliki jaringan fiber, Fixed Wireless Access (FWA) hadir sebagai solusi pelengkap internet mobile. FWA mampu menghadirkan koneksi lebih stabil dan andal dibandingkan layanan seluler biasa.
Latar Belakang FWA di Indonesia
Industri telekomunikasi Indonesia mengalami perubahan signifikan setelah Kementerian Komunikasi dan Digital menyelesaikan lelang pita frekuensi 1,4 GHz. Hasil lelang ini membuka jalan bagi layanan FWA berbasis 5G untuk pemerataan akses internet di wilayah yang sulit dijangkau kabel fiber.
Pemenang lelang adalah PT Telemedia Komunikasi Pratama (Internet Rakyat) untuk Regional I (Jawa, Maluku, Papua) dan PT Eka Mas Republik (MyRepublic Indonesia) untuk Regional II dan III (Sumatra, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi). Layanan broadband ini diproyeksikan mulai berjalan awal 2026.
Transformasi Konektivitas
Selama bertahun-tahun, FTTH dianggap sebagai standar emas broadband. Namun, tantangan geografis dan biaya tinggi membuat penetrasi kabel terbatas.
Kehadiran FWA berbasis 5G menjadi solusi strategis, terutama dengan dukungan teknologi Massive MIMO dan Beamforming yang meningkatkan kualitas sinyal dan kapasitas jaringan.
FWA di pita mid-band (1-6 GHz) mampu menghadirkan kecepatan 100-500 Mbps, cukup untuk kebutuhan rumah tangga seperti streaming video 4K. Meski begitu, FTTH tetap unggul dalam hal latensi dengan kisaran 2-5 ms, dibandingkan FWA 20-30 ms, sehingga lebih ideal untuk aplikasi sensitif waktu seperti gim kompetitif.
Menuju Konvergensi FTTH dan FWA
Tren global menunjukkan FTTH dan FWA bukanlah kompetisi, melainkan saling melengkapi. FTTH efektif di wilayah urban padat, sementara FWA optimal di daerah kepulauan dan suburban.
Strategi hybrid ini diyakini menjadi kunci inklusi digital, memastikan akses internet berkualitas menjangkau seluruh lapisan masyarakat. (cat/mar)












