
KOTA KEDIRI, BANGSAONLINE.com - Nama Emi Puasa Handayani bukanlah sosok asing bagi masyarakat di Kota Tahu. Perempuan kelahiran 14 Desember 1971 ini telah menapaki jalan pengabdian sebagai dosen hukum, advokat, dan tokoh perempuan inspiratif selama hampir tiga dekade.
Mengawali kariernya di Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) Jakarta tahun 1994 sebagai asisten almarhum Advokat Senior Adnan Buyung Nasution, Emi kembali ke Kediri pada 1996 dan mulai mengabdi di Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri (Uniska). Ia meraih gelar doktor dari Universitas Brawijaya pada 2017.
Saat ini, ia memimpin Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Emi, Rinni & Rekan yang menaungi 6 advokat dan tiga staf administrasi.
“Tantangan terbesar adalah mendidik advokat muda agar berintegritas. Hukum bukan sekadar profesi, tapi amanah,” kata Emi, Rabu (30/7/2025).
Di luar aktivitas profesional, ia dikenal sebagai pemimpin yang hangat dan dekat dengan koleganya. Rekreasi tahunan bersama keluarga staf menjadi wujud ikatan kekeluargaan di kantornya.
Inspirasi hidupnya berasal dari sang ayah, tokoh masyarakat Kediri yang meski lulusan SD, kerap diminta menyelesaikan konflik warga secara damai.
“Ayah mengajarkan ketulusan dan keberanian. Saya belajar nilai-nilai kemanusiaan dari beliau,” akunya.
Sebagai praktisi hukum, ia menangani perkara publik seperti pembunuhan, penganiayaan, dan sengketa lahan. Emi juga menjadi konsultan hukum di berbagai perusahaan, termasuk BUMN Perum Jasa Tirta I sejak 2017 dan beberapa kali diminta sebagai saksi ahli oleh Polri dan Bea Cukai.
Kiprah sosial Emi tercermin dari perannya sebagai Sekretaris PAUB dan pengurus FKUB Kota Kediri sejak 2014, aktif menjaga keberagaman dan kerukunan antarumat beragama.
Di balik segudang pencapaian, ia menemukan kebahagiaan sejati dari mendidik anak-anak asuh hingga mandiri secara ekonomi dan spiritual.
“Dengan rezeki dari Allah, kami dimampukan menyekolahkan anak-anak asuh sampai sarjana. Melihat mereka tumbuh religius dan berdaya, itulah karunia terbesar dalam hidup saya,” tuturnya.
Baginya, masa kuliah S1 di Universitas Brawijaya adalah titik balik yang menumbuhkan rasa percaya diri dan penghargaan terhadap perempuan.
“Teman-teman tidak membedakan latar belakang. Itu sangat berarti bagi saya,” kenangnya. (uji/mar)