Tenaga Kerja Asing Membanjir, Faktor Suap dan tak Wajib Bisa Bahasa Indonesia

Tenaga Kerja Asing Membanjir, Faktor Suap dan tak Wajib Bisa Bahasa Indonesia Menaker Hanif Dhakiri. Foto: Aspekindonesia

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Membanjirnya tenaga asing masuk ke Indonesia, terutama Cina, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) memangkas peraturan. Jokowi meminta penghapusan kewajiban bisa berbahasa Indonesia bagi mereka. Permintaan Jokowi itu langsung diikuti penerbitan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015.

Melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 16 Tahun 2015 yang terbit pada Juni, pemerintah telah mempermudah izin masuk tenaga kerja asing. Di antara kemudahan tersebut adalah dengan menghapus syarat penguasaan bahasa Indonesia.

"Kalau bahasa Indonesia ditempatkan sebagai syarat masuk menjadi TKA, ini yang menimbulkan keluhan dari para investor kita dan membuat iklim investasi kita tidak cukup kondusif," kata Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dikutip dari surat elektronik pada Tempo, Senin, 31 Agustus 2015.

Menurut Hanif, kolega-koleganya yang menangani urusan investasi sering mendapat keluhan soal itu. Demikian pula saat dirinya saat bertemu dengan kelompok bisnis dari berbagai negara. "Jadi, bahasa Indonesia tetap menjadi instrumen dalam rangka alih teknologi, tetapi tidak menjadi syarat wajib untuk masuk Indonesia," ujarnya. Untuk memastikan terjadinya alih teknologi, ia telah membuat peraturan yang mewajibkan tiap tenaga kerja asing didampingi oleh seorang pekerja lokal.

Hanif juga memastikan bahwa posisi bahasa Indonesia yang tidak menjadi syarat wajib masuk itu tidak akan membuat kita kehilangan kendali atas masuknya tenaga kerja asing. Sebab, instrumen pengendalian tenaga kerja asing bukan hanya bahasa Indonesia.

Hanif menyebut masih banyak syarat wajib lain, seperti syarat kompetensi, syarat kesesuaian jabatan (tidak semua jabatan boleh diduduki tenaga kerja asing), syarat pendampingan untuk alih teknologi maupun syarat perluasan kesempatan kerja di mana rekrutmen satu TKA harus diikuti dengan perluasan kesempatan kerja untuk minimal sepuluh orang TKI, dan sejumlah syarat wajib lainnya.

"Jadi, jangan dikesankan seolah-olah kita kehilangan kontrol atas tenaga kerja karena masalah bahasa Indonesia," katanya.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO