Tafsir Al-Nahl 15-16: Pemilihan Paus dan Pemilihan Rais Am

Tafsir Al-Nahl 15-16: Pemilihan Paus dan Pemilihan Rais Am Anggota Banser saling dorong dengan rombongan dari PWNU NTT saat registrasi Muktamar ke-33 NU. (foto: rony suhartomo/BANGSAONLINE)

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'i MAg. . . 

BANGSAONLINE.com - "Wa bi al-najm hum yahtadun". Sembilan bintang bertabur mengitari bola dunia digagas bisa menyinari dunia dengan cahayanya yang alami, yaitu cahaya yang diberikan Allah SWT. Cahaya itu adalah keimanan, ketaqwaan dan segala kebajikan. Sembilan bintang itu lantas akan muksa menjadi sembilan sosok anggota ahlu al-hall wa al-'aqd (Badan Formatur) yang punya otorita mutlak menentukan Rais Am Nahdlatul Ulama periode mendatang.

AHWA adalah produk Munas NU kemarin. Munas itu telah menentukan 39 kiai dan setiap cabang diwajibkan memilih sembilan orang di antara mereka yang disetor saat pendaftaran. Lalu diskor hingga menghasilkan sembilan kiai anggota AHWA.

Persoalannya, apakah AHWA cukup sah sebagai aturan hanya berdasar keputusan Munas, atau harus lahir dari Konbes atau harus disahkan dulu di Muktamar, mengingat Muktamar adalah Mahkamah Tertinggi dalam NU. AHWA itu belum final diterima semua pihak untuk diterapkan pada Muktamar ke 33 ini.

Tragedi kemarin, ada kiai yang diperlakukan kasar oleh Banser sungguh aneh. Biasanya Banser menjaga kiai. Baru kali ini ada Banser mengkasari kiainya sendiri. Kiai yang dikasari itu kiai yang tidak menyetor sembilan nama AHWA, sehingga tidak mendapat ID Card Muktamar. Apakah ini bagian dari trik politik dari salah satu pihak?

Secara spirit, AHWA sesuai qanun karena Ulama adalah pemegang kekuasaan tertinggi dalam NU. Kayaknya, oraganisasi keagamaan di dunia pakai model itu. Zaman Umar sudah ada semacan badan Formatur. Pada tradisi kaum Syi'ah ada Ayatullah dan Hujjatul Islam, bahkan dalam Katholik ada kepausan. Paus tidak dipilih oleh umat secara demoktaris, melainkan ditentukan oleh kesepakatan di antara mereka. Makanya, sering alot dan berhari-hari. Mungkin tunggu hasil "istikharah", di samping usaha lahir.

Vatikan sadar bahwa satu sisi, demokrasi itu buta. Suara seorang Paus sama dengan suara bajingan. Dan AHWA maunya begitu, sehingga menjadi penting demi menjaga kesucian pemimpin NU. Persoalannya kini adalah, bahwa Muktamar NU telah nyata-nyata banyak dikendalikan oleh politikus, sehingga gaya pemilihan Rais Am atau ketua Tanfidz tak beda dengan pemilihan ketua partai, pilkada dll.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO