Santri Yatim Pesantren Tebuireng Jadi CEO Perusahaan Media

Santri Yatim Pesantren Tebuireng Jadi CEO Perusahaan Media M Mas'ud Adnan menerima cindera mata dari KH Fahmi Amrullah Hadziq (Gus Fahmi) , Kepala Pondok Putri Pesantren Tebuireng dalam Simposium Nasional yang digelar Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) Madura Raya di Gedung Merdeka Bangkalan Madura, Ahad (17/12/2023). Foto: Ikapete

BANGKALAN, BANGSAONLINE.com – Sejumlah alumni Pesantren yang kini menekuni berbagai profesi diundang menjadi nara sumber dalam Simposium Nasional yang digelar Ikatan Keluarga Alumni Pesantren (IKAPETE) Madura Raya di Gedung Merdeka Bangkalan Madura, Ahad (17/12/2023).

Mereka antara lain Prof Dr Masykuri Bakri (Rektor Unisma Malang), KH Syafi’ Rofi’i (mantan Wakil Bupati Bangkalan), KH Kholilurrohman (mantan Bupati Pamekasan), Willawati (CEO Kaninga Fictures), Dr Mohammad Djasuli (Dosen UTM), KH Humron Maula (CEO Komplek Perumahan dan mantan anggota DPRD Bangkalan) dan M Mas’ud Adnan (CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE).

Acara Simposium Nasional itu dibuka oleh KH Fahmi Amrullah Hadziq (Gus Fahmi) , Kepala Pondok Putri Pesantren yang juga Ketua PCNU Jombang. Gus Fahmi bahkan memimpin istighatsah Kubro Hadratussyaikh KHM Hasyim Asy’ari.

Sementara KH Jazuli Nur, pengasuh Pondok Pesantren Nurul Amanah Bangkalan - yang juga alumnus Pesantren - didapuk untuk memimpin doa.

Simposium Nasional itu mengusung tema “Membangun Santri dalam Kehidupan Post Modern”. Dalam acara itu para alumni yang menjadi pembicara diminta berbicara sesuai bidangnya, yaitu akademis, politik dan entrepreneur.

Mas’ud Adnan yang diberi jadwal bicara paling akhir menceritakan pengalaman pribadinya ketika kecil.

“Kalau teman-teman santri yang lain putra kiai atau orang kaya, bahkan dalam satu komplek dengan saya ada yang anak DPR. Saya justru anak seorang petani kecil,” kata Mas’ud Adnan mengawali paparannya.

Begitu juga sekarang. “Kalau pembicara yang lain para tokoh dan kiai. Saya ini ibaratnya kaum Sudra, kasta paling bawah,” kata Mas’ud Adnan.

Karena itu ia berterima kasih kepada telah mengundang sebagai pembicara sehingga bisa duduk bersama para alumni yang sudah menjadi tokoh masyarakat.

“Tapi mungkin saya diundang bukan karena ketokohan, tapi karena rumah saya dekat dari sini. Rumah saya Patemon Tanah Merah, sekitar 13 KM dari sini,” kata Mas’ud Adnan yang dikenal sebagai penulis di media dan sejumlah buku NU dan Gus Dur.

M. Mas'ud Adnan. Foto:

Mas’ud Adnan mengaku anak yatim sejak kecil. “Abah saya wafat saat saya kelas II SD. Jadi saat saya mondok di Gus, saya anak yatim,” ungkap Mas’ud Adnan kepada Gus Fahmi.

Ia masih ingat kiriman uang dari orang tuanya tiap bulan sangat kecil.

“Kalau teman-teman tiap bulan dapat kiriman uang dari orang tuanya sekitar Rp 25 ribu, kiriman saya hanya Rp 8 ribu. Sehingga saya sulit sekali mengatur. Kadang begitu uang diambil dari wesel langsung habis. Sehingga untuk makan kadang kasbon atau hutang. Karena itu kalau ada teman santri ngajak makan, saya senang sekali,” tuturnya.

Namun justru karena secara ekonomi pas-pasan itu ia sejak di bangku Madrasah Aliyah sudah berpikir tentang peluang kerja. Ia selalu berpikir bagaimana nasibnya nanti kalau sudah lulus dari pesantren.

“Kalau teman-teman santri yang lain kan enak. Pulang dari bisa langsung mengajar di pesantren milik abahnya, atau bekerja di perusahaan milik orang tuanya. Saya kan anak yatim,” kata Mas’ud Adnan dalam simposium yang dimoderatori Kiai Dzikrullah itu.

Ia mengaku ingin sekali punya profesi yang sekaligus bisa untuk dakwah. "Saya pernah punya cita-cita jadi mubaligh atau penceramah. Tapi saya berpikir, kalau jadi penceramah paling pendengarnya hanya 500 orang atau 1.000 orang. Lagi pula, kalau jadi penceramah menunggu orang mengundang. Iya kalau ada yang mengundang, kalau tak ada," kata Mas'ud Adnan lagi. 

Lihat juga video 'Sensasi Naik Kapal Cepat ke Pulau Sabang, Perjalanan Jurnalistik CEO HARIAN BANGSA dan BANGSAONLINE':


Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO