Lujeng menilai proses perizinan tambang itu cenderung mengabaikan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
"Pasal 111 menyebutkan bahwa pejabat pemberi izin lingkungan dan pejabat pemberi izin usaha yang menerbitkan izin lingkungan dan izin usaha tanpa dilengkapi amdal atau UKL-UPL bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp.3.000.000.000," bebernya.
Dia juga meminta kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mengambil tindakan kelembagaan sesuai dengan kewenangannya. Karena rencana kegiatan pertambangan tersebut akan mengancam kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem di Kabupaten Pasuruan.
"Stop perizinan tambang CV. Jaya Corpora. Jika tidak, kami akan melapor ke KPK, Bareskrim, dan KLHK, untuk menindaknya," tandasnya.
Tidak hanya itu, Lujeng juga meminta Gubernur Jawa Timur untuk mengevaluasi dan memberikan sanksi kelembagaan kepada para pejabat terkait yang diduga terlibat memberikan pelayanan adminstrasi perizinan, sehingga mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain membuat laporan dan aduan, Lujeng berencana akan mengajak kepada elemen non goverment organization dan kelompok-kelompok civil society untuk melakukan aksi massa secara damai.
"Tindakan CV. Jaya Corpora jelas bertentangan degan hukum dan peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup. Jika kejahatan perusakan lingkungan hidup itu tidak ditindak sesuai undang-undang yang berlaku, maka itu merupakan kejahatan korporasi," tutup Lujeng. (afa/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News