GRESIK, BANGSAONLINE.com - Pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak 47 desa di Kabupaten Gresik masih dihantui money politics. Sejumlah calon kepala desa (cakades) diduga menebar uang untuk menggerakkan pemilih agar datang ke tempat pemungutan suara (TPS) dan memilih dirinya.
Hal ini diungkapkan MM, salah satu warga Desa Banyuwangi, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, kepada BANGSAONLINE.com, Senin (10/1).
BACA JUGA:
- Pura-Pura Dirampok, Perempuan Cantik dari PPS Gresik Ditangkap
- Bapak dan Anak yang Tercebur ke Sungai Sidoarjo-Gresik Belum Ditemukan, Petugas Perluas Pencarian
- Bapak dan Anak Tenggelam ke Sungai Sidoarjo-Gresik, Petugas Lakukan Pencarian
- Dianggap Langgar SE Kemendagri, Pemkab Gresik Tunggu Keputusan soal Keabsahan Mutasi 147 Pejabat
"Tetap, Mas (ada money politics). Tak gampang menggerakkan pemilih untuk mencoblos calon kalau tak ada sangu-nya (upah). Ibaratnya sebagai pengganti uang kerja," ucap.
Menurut dia, nilai uang transport yang diberikan oleh calon kepada pemilih saat akan coblosan bervariasi. Beda desa, beda wilayah, beda nominalnya.
"Setahu saya kalau, di wilayah Gresik Utara pasarannya rata-rata Rp 100 ribu per pemilih. Kalau Gresik selatan bisa lebih dari itu. Terlebih, desa-desa yang potensial, misal banyak berdiri industri dan lainnya," bebernya.
Salah satu kepala desa (kades) saat dikonfirmasi BANGSAONLINE.com, membenarkan bahwa money politics tak bisa lepas dalam pesta demokrasi pilkades.
"Urusan pilkades, pileg (pemilu legislatif), pilpres (pemilihan presiden), pemilihan bupati (pilbup), maupun pilgub (pemilihan gubernur) podo kabeh (sama semua). Mengapa? Sebab, pemilihnya sama orangnya," ungkapnya.