SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Gelombang penolakan terhadap aturan Presidential Threshold (Preshold) atau ambang batas 20 persen sebagai syarat untuk mengusung calon presiden terus bergulir. Usulan presidential threshold 0 persen yang diinisiasi tokoh nasional Rizal Ramli terus menggelinding bak bola salju.
Terbaru, ratusan massa dari berbagai daerah yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Jawa Timur (Gemas Jatim), menggelar deklarasi menuntut untuk dihapuskannya aturan ambang batas (Presidential Threshold) karena diduga ada sinyal persekongkolan politik.
BACA JUGA:
- Malam Puncak Hari Pers Nasional, Pj Gubernur Jatim Terima Prapanca Award 2024
- Bawaslu Kota Batu Beberkan Langkah Tangani Politik Uang di Pemilu 2024
- Khofifah Ajak Rajut Kembali Persaudaraan Pascaputusan MK soal Pilpres 2024
- Jamaah Religi Al Fatimah dan Zahrotul Jannah Surabaya Minta Semua Pihak Sebarkan Pesan Damai
Jubir Gemas Jatim, Yoyok Smit, menuturkan bahwa pasal ambang batas 20 persen sangat inkonstitusional atau tidak sesuai amanah UUD 1945. Selain itu, regulasi presidential threshold tersebut juga dinilainya irasional, menghilangkan norma keadilan, serta memangkas dan membuat kebebasan rakyat dalam memilih menjadi terbatas.
"Dalam Pasal 6 huruf a ayat (2) UUD 45 menyebutkan: pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum, bukan presidential threshold 20 persen," cetusnya, Minggu (19/12/2021).
"Salah satu gagasan sentral di balik perubahan UUD 1945 (amandemen) pasca reformasi adalah untuk memurnikan sistem pemerintahan presidensial Indonesia. Konyol jika mempergunakan hasil pemilu anggota legislatif sebagai persyaratan dalam mengisi posisi eksekutif tertinggi (chief executive atau presiden) jelas merusak logika sistem pemerintahan presidensial," tegasnya.
Menurutnya, menggunakan hasil pemilu legislatif guna mengisi posisi pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi merupakan logika sistem parlementer.