Ketua MUI Pusat Bidang Fatwa, Dr. H. M. Asrorun Ni’am Sholeh, S.Ag., M.A., menuturkan, meski saat ini lembaga yang mengeluarkan sertifikat halal adalah pemerintah –dalam hal ini BPJPH Kemenag-- fatwa halal tetap menjadi domain MUI, karena halal adalah term keagamaan.
“Tugas negara adalah mengadministrasi urusan agama, bukan merebut kewenangan MUI,” kata Kiai Ni’am.
Dalam proses fatwa itu sendiri, menurut Kiai Ni’am, MUI sudah memiliki standar baku. Yakni pertama, fatwa standar halal dengan meneliti bahan baku dan proses pengolahannya.
Kedua, fatwa produk halal; dan ketiga, baru dikeluarkan rekomendasi. Di sinilah akan dilibatkan lembaga lain bernama LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) sebagai peneliti.
Sementara itu Ketua BPJPH, Dr. H. Mastuki H. S., M.Ag, menuturkan, lembaga yang dipimpinnya membutuhkan sinergi dengan lembaga-lembaga lain, baik akademisi, ulama, maupun birokrasi.
Paling nyata adalah dengan LPH dan MUI. Kini sudah 18 kementerian dan lembaga yang mendukung. “Ini adalah sinergi yang luar biasa besar,” kata Mastuki.
Oleh karena proses sertifikasi halal yang menjadi wewenang lembaganya melibatkan banyak lembaga lain yang berkompeten dan tersertifikasi, menjadikan prosesnya harus semakin transparan.
"Bahkan dalam soal biaya pun, semua harus transparan. Tidak boleh ada yang main belakang, samping, atau jalan yang lain. Apalagi kalau nanti Surat Keputusan Menteri tentang tarif pengurusan sertifikasi halal sudah turun, dipastikan semua akan semakin terbuka dan tidak ada yang bisa ditutup-tutupi lagi," pungkasnya. (sta/rev)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News