PK MA Putuskan Mbak Tutut Pemilik TPI, HT Terus Melawan

PK MA Putuskan Mbak Tutut Pemilik TPI, HT Terus Melawan Mbak Tutut dan Hary Tanoesoedibjo. foto: istimewa/inilah.com

JAKARTA(BangsaOnline) Meski putusan hukum sudah jelas bahwa pemilik sah Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) adalah Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) tapi pihak Hary Tanoesoedibjo (HT) terus melakukan manuver. Kuasa hukum PT CTPI sebagai pemilik sah stasiun televisi TPI yang kini berubah nama menjadi MNC, Dedy Kurniadi, menilai pernyataan pihak Hary Tanoesoedibjo soal putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) menyesatkan publik.

"Seakan-akan putusan PK MA harus menunggu putusan BANI (Badan Artbirase Nasional Indonesia). Itu pernyataan menyesatkan," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/11).

Bahkan pihaknya juga mendengar kabar kalau tuntutan kubu HT di BANI untuk menganulir putusan MA. Kalau benar informasi itu menurut Dedy sangat memalukan.

Sebab, dia menegaskan, perkara No 862 Pdt yang telah berkekuatan hukum tetap ini dasarnya gugatannya adalah Perbuatan Melawan Hukum terkait berbagai perbuatan yang merugikan pihak Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut dan bukan semata-mata gugatan wan prestasi kontekstual belaka.

Dedy mengingatkan, Siti Hardijanti Rukmana juga dirugikan karena pemblokiran secara curang dalan sistem administrasi badan hukum.

"Perkara ini juga melibatkan PT Sarana Rekatama Dinamika yang melibatkan Yohannes Waworuntu terkait pemblokiran secara curang sistem administrasi badan hukum atau Sisminbakum yang sangat merugikan Mbak Tutut Cs. Sehingga jelas merupakan kewenangan Peradilan Negeri hingga MA, bukan kewenangan BANI," tegasnya.

Lebih lanjut Dedy menjelaskan, diakui atau tidak, putusan kasasi MA ini sudah berlaku. Sebab sudah tercatat di Kementerian Hukum dan HAM serta tercatat dalam data perijinan penyiaran di Kementerian Komunikasi dan Informatika pemegang saham dan Direksi PT CTPI sudah kembali atas nama Mbak Tutut dan Dandi Rukmana.

"Silahkan saja dicek di dua kementerian tersebut," ujarnya.

Untuk itu Dedy mengimbau semua pihak menghormati putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). "Baik putusan kasasi MA atau putusan penolakan PK oleh MA sudah final dan mengikat (final and binding) terhadap siapa pun. Saya menghimbau pejabat, akademisi atau politisi tidak mudah mengeluarkan opini sebelum mendalami permasalahan yang sesungguhnya. Hal ini untuk menghindari pemanfaatan opini secara keliru," tutupnya.

Kemelut di tubuh TPI ini bermula dari perebutan TPI oleh pihak Hary Tanoesoedibjo (pemilik Grup MNC) dari Mbak Tutut. Kubu Mbak Tutut menilai ada kejanggalan dalam rapat perubahan anggaran dasar TPI yang digelar oleh kubu MNC tersebut.

Hingga akhirnya kasus ini menggelinding sampai di MA. Putusan MA No. 862 K/Pdt/2013 tanggal 2 Oktober 2013 telah memutuskan sah dan sesuai hukum keputusan Rapat Umum Pemegang Saham yang tertuang dalam akta nomor 114 tahun 2005 yang diselenggarakan oleh kubu Mbak Tutut. Hal itu berarti TPI kembali kepada Mbak Tutut.

Tidak puas dengan putusan MA, pihak Hary Tanoesoedibjo ajukan PK dan BANI sekaligus untuk materi yang berbeda. Tanggal 29 Oktober 2014 MA memutuskan menolak PK yang diajukan pihak Hary Tanoesoedibjo.

Sumber: Rmol.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO