Oleh: Dr. KH A Musta'in Syafi'ie M.Ag
41. Walaqad sharrafnaa fii haadzaa alqur-aani liyadzdzakkaruu wamaa yaziiduhum illaa nufuuraan
BACA JUGA:
- Tafsir Al-Anbiya' 48-50: Momen Nabi Musa Berkata Lembut dan Keras kepada Fir'aun
- Tafsir Al-Anbiya 48-50: Fir'aun Ngaku Tuhan, Tapi Tak Mampu Melawan Ajalnya Sendiri
- Tafsir Al-Anbiya' 41-43: Arnoud Van Doorn, Petinggi Partai Anti-Islam yang Justru Mualaf
- Nabi-Nabi Sebelum Nabi Muhammad juga Dihina dan Disakiti
Dan sungguh, dalam Al-Qur'an ini telah Kami (jelaskan) berulang-ulang (peringatan), agar mereka selalu ingat. Tetapi (peringatan) itu hanya menambah mereka lari (dari kebenaran).
TAFSIR AKTUAL:
Begitulah, al-Qur’an sudah menjelaskan berbagai hal yang telah mereka butuhkan, bahkan di luar yang mereka ketahui, tetapi mereka sengaja menutup hati. Andai mereka mau mengosongkan pikirannya sejenak saja, lalu membiarkan pikiran itu bekerja sendiri memahami pesan dan mencari, maka pasti menemukan kebenaran, lalu pasti beriman kepada al-qur’an, pasti beriman kepada Allah SWT.
Karena belum-belum sudah apriori dan sengaja menutup diri, maka ibarat rumah yang pintunya terkunci kuat-kuat. Ibarat telinga yang ditutup karena takut mendengar suara yang tidak diinginkan. Andai suara itu menembus secara perlahan ke dalam telinga, mereka segera berlari menjauh. “wamaa yaziiduhum illaa nufuuraa”.
Dari ayat ini terbaca, bahwa orang islam itu orang yang sangat jujur dan bersedia menggunakan akal sehatnya, bersedia memberi kebebasan hati nuraninya memilih keimanan yang sesuai. Keimanan yang tidak paradok dengan akal sehat, keimanan yang mapan tanpa prombem dan ganjalan.