
JEMBER, BANGSAONLINE.com - Adanya warga yang eksodus ke Malang terkait ajaran Jamaah Jamiyah Sholawat Musa AS, langsung direspon Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Jember.
Kemenag langsung menginstruksikan kepada seluruh Kantor Urusan Agama (KUA) setempat, untuk mencari tahu sampai sejauh mana ajaran tentang mempersiapkan diri menghadapi kiamat yang dilakukan dengan berhijrah ke Kabupaten Malang itu sudah menyebar di masyarakat.
Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Jember Busthami saat dikonfirmasi di ruang kerjanya menyampaikan, adanya informasi ajaran aliran kiamat yang sempat ramai diperbincangkan beberapa waktu lalu, langsung ditindaklanjuti pihaknya.
"Beberapa perwakilan dari Kemenag Jember sudah menuju ke sana untuk mengecek dan meminta klarifikasi mengenai kebenaran informasi ajaran agama itu. Berkomunikasi dengan perangkat desa tentunya," ungkap Busthami, Senin (18/3)
Selain itu, lanjut Busthami, pihaknya juga meminta setiap kepala KUA di wilayah masing-masing, untuk mengadakan dialog atau diskusi dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat di wilayah masing-masing.
"Sebagai langkah antisipasi, untuk meminimalisir tersebarnya ajaran kiamat tersebut. Selain itu juga, untuk memberikan informasi dan tausiyah agama tentang ajaran syariah yang benar," terangnya.
Terkait adanya informasi persebaran ajaran agama tersebut di wilayah lain, lanjutnya, juga sudah menjadi atensinya. "Informasi di Kecamatan Puger juga ada ajaran yang sama. Saat ini masih kami lakukan kroscek, agar tidak menyebar luas dan bisa diminimalisir," jelasnya.
Sementara itu terkait bagaimana masuknya ajaran Jamiyah Sholawt Musa AS itu di Kabupaten Jember, menurut mantan Kepala Kemenag Bondowoso ini, pihaknya masih mencari identifikasinya.
"Siapa penyebarnya dan bagimana masuknya, masih kita cari akar permasalahannya. Karena pastinya dibawa pendatang dari luar yang kemudian bermaksud berdomisili ke Jember," terangnya.
Sebelumnya diberitakan sekitar 15 warga yang terdiri dari 8 kepala keluarga (KK) di Dusun Sumberejo, Desa/Kecamatan Umbulsari, dan Desa Gunungsari, eksodus ke Pondok Pesantren (Ponpes) Miftahul Falahil Mubtadin di Desa Sukosari, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang.
Sebelum berangkat, belasan warga itu menjual harta benda miliknya karena merasa tidak bermanfaat ketika kiamat akan datang pada tahun 2019 ini. Bahkan mereka mondok di ponpes tersebut, untuk mencari perlindungan dan selama kurang lebih selama 90 hari atau 3 bulan, menetap di sana. (jbr1/yud/ian)