Sumamburat: Ekstasi Itu Bernama Jabatan

Sumamburat: Ekstasi Itu Bernama Jabatan Suparto Wijoyo

Oleh: Suparto Wijoyo*

KABAR pating semliwer memenuhi angkasa dan terhelat dalam belantara bumi nusantara. Para petinggi dan penglamun kekuasaan sedang merancang skenario untuk dapat bertahan, tidak hendak beringsut, tak rela bergeser, apalagi lengser. Bagi yang belum tahu nikmatnya kekuasaan terlihat sedang antri membawa form pendaftaran memperebutkan “karunia negara”.

KPU yang sejak tempo hari membuka pendaftaran untuk caleg sibuk mengundang parpol agar segera menempuh jalan demokrasi. Pilkada dirasa tidak cukup gebyar tanpa adanya pileg dan seperunggahan itu adalah pilpres. Hari-hari mendatang adalah saat dimana rakyat digelontor imaji dengan penuh solek yang menggoda.

Syahwat politik kentara sekali dipertontonkan dengan memajang “alat vital nafsu kewenangan” guna ngeloni kursi kekuasaan. Ternyata kekuasaan itu nikmat yang rasanya tidak dapat dilupakan oleh siapa yang sudah mengenyamnya. Untuk mereka yang belum pernah “berkeringat” mendesahkan kehendak untuk mendapatkan jabatan tentu tidak mengerti tingkat sensasi macam apa yang diperolehnya pemegang kekuasaan.

Kisahnya persis seperkiraan pemakai narkoba atau apalah namanya sebab saya sendiri tidak hendak untuk mencoba, termasuk dalam lamunan yang liar sekalipun. Seperti kata pepatah memang, jangan coba-coba menyentuh narkoba, karena ada risiko lanjutannya, sekali mencoba sulit untuk menghalau jejak ketagihan.

Memang selama ini sudah umum bahwa narkoba itu membuat ketagihan tentang rasa nikmat yang menggembirakan. Suasana ekstasi terpapar dengan langgam yang sangat meninabobokan jiwa-raga dalam merengkuh surga dunia. Ekstasi adalah situasi yang memberikan gambaran kenyamanan atas kondisi diri seseorang yang berkelambu ekstase,tanpa adanya daya kendali pada dirinya.

Ekstasi itu kegembiraan dan ekstase merupakan kenyamanan yang tidak terbayangkan sebelumnya. Dan demokrasi terlihat sedang memberikan perangkap yang menjebak pelakunyauntuk memasuki gerbangnya.

Demokrasi menyodorkan hadiah kekuasaan dengan segala kecakapan hukum maupun politik untuk mengatur setiap warga negara.

Demokrasi membuka ruang rejeki jabatan untuk didayagunakan memberikan imbalan kepada pemegang kedaulatan. Rakyat berkuasa menentukan pemimpinnya yang gandrung jabatan dengan seperangkat aksesorisnya.

Pada lingkup ini ternyata yang sudah masuk perangkap jabatan demokrasi itu selalu ingin mengulanginya kembali. Kekuasaan yang sedang melekat dipertahankan mati-matian sejak jauh-jauh hari dengan mencitrakan dirinya sebagai yang paling berkuasa tanpa pesaing. Untuk itu bila perlu regulasi dibikin agar siapa saja tidak mampu berhalusinasi untuk menjadi calon lawannya.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO