Saling Memaafkan di Musala, Budaya yang Masih Diuri-Uri Warga Pacitan

Saling Memaafkan di Musala, Budaya yang Masih Diuri-Uri Warga Pacitan Budaya saling bermaafan juga biasa dilakukan di Balai Desa. foto: ist

PACITAN, BANGSAONLINE.com - Tradisi saling bersilaturahmi saat lebaran sudah menjadi budaya masyarakat muslim di Indonesia, tak terkecuali di . Mereka saling memanfaatkan momentum tersebut untuk saling bermaafan. Baik dengan sesama anggota keluarga maupun dengan tetangga dan kerabat dekat lainnya.

Uniknya, di budaya saling bersilaturahmi itu sering dilakukan di sebuah musala, seusai menjalankan salat Idul Fitri. Tradisi ini sebagaimana dilakukan salah satu kelompok warga di lingkungan Barak Kelurahan Sidoharjo, Kecamatan/Kabupaten . Sejak berabad-abad silam, nenek moyang mereka selalu memanfaatkan hari pertama lebaran untuk saling berjabat tangan dan saling memaafkan saat berada di sebuah musala.

"Ini sudah tradisi sejak nenek moyang kita dulu. Selepas salat id, mereka langsung berjabat tangan saling maaf memaafkan," ujar Sugiyanto, salah seorang warga yang berhasil ditemui wartawan, Jumat (15/6).

Suasana haru bercampur bahagia sempat mewarnai tradisi saling memaafkan di hari nan fitri tersebut. Tak jarang dari mereka sampai menitikan air mata sebagai tanda ketulusan hati memberikan maaf kepada sesama.

"Uniknya dari tradisi ini, bagi yang sudah sepuh atau ditokohkan diberikan tempat duduk. Lantas satu per satu warga mendatangi dan berjabat tangan meminta maaf. Setelah itu mereka saling berangkulan. Terutama ibu-ibu sampai sesenggukan menahan tangis. Itulah budaya luhur masyarakat yang sampai detik ini masih dilestarikan," tuturnya.

Meskipun sudah bertemu di musala, tak jarang dari warga juga saling bertandang dengan tetangga. Namun juga tak sedikit dari mereka lantas pulang mudik atau bertandang ke rumah saudaranya yang berjauhan.

"Seakan mereka sudah plong setelah saling bermaafan. Sebab tetangga itu ibarat saudara dekat. Untuk itu mereka memang mengutamakan saling bersilaturahmi berbarengan dengan salat id," timpal Erna, warga lainnya.

"Memang tidak semua warga saling datang ke rumah. Sebab ibarat 'hutang' seakan sudah terlunasi saat berada di musala. Hanya beberapa warga utamanya yang sudah tua, jompo atau tengah sakit, selalu kebanjiran tamu untuk sekadar bersilaturahmi meminta maaf. Tradisi ini akan terus diuri-uri hingga anak cucu kita nantinya," tukas Erna.

Sementara itu, budaya semacam itu sepertinya juga banyak dilanggengkan oleh warga di desa-desa lainnya. Sebab selain lebih praktis, juga dinilai lebih bernilai sakral dalam merayakan hari kemenangan. (yun/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO