Clorotan Tradisi Unik dari Jombang, Upaya Menangkal Petir

Clorotan Tradisi Unik dari Jombang, Upaya Menangkal Petir Masyarakat menghadiri tradisi clorotan saat menyambut musim hujan agar mereka terhindar dari sambaran petir. foto: rony suhartomo/ bangsaonline

JOMBANG, BANGSAONLINE.com - Musim hujan menjadi berkah para petani. Sebab, sawah milik mereka dipastikan tidak akan kekurangan air. Namun, musim hujan juga bisa menjadi petaka, jika disertai petir atau geledek. Karena orang di sawah bisa saja tersambar petir.

Itu pula sebab warga Dusun Banjarsari, Desa Bareng, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, setiap tahun menjelang musim tanam, selalu menggelar tradisi ‘Clorotan’. Tradisi ini ritual bertujuan menangkal petir dengan cara menyantap secara bersama-sam sejumlah kue, salah satunya kue clorotan, kue khas desa setempat, Jumat (12/1/).

Sejak pagi, warga berkumpul di makam dusun setempat. Di makam dusun itu juga terdapat makam Mbah Kudus, yang tak lain merupakan sesepuh desa. Mbah Kudus ini diyakini sebagai tokoh yang zaman dulu membuka hutan dan kemudian menjadikannya sebuah dusun, disebut Dusun Banjarsari. Warga yang datang membawa bungkusan berisi makanan yang diantaranya kue clorotan.

Selain kue clorotan, yang harus ada dalam bungkusan untuk selamatan itu adalah berondong jagung (pop corn), kue pasung, dan kerupuk. Keempat jenis jajanan mempunyai makna masing-masing. Kue clorotan terbuat dari tepung dicampur gula, kemudian dibungkus janur, atau daun kelapa muda, dibentuk menyerupai terompet. Clorotan sebagai simbol kilat, yang biasanya mendahulu datangnya petir dan guruh. Kemudian ada kue pasung, yang merupakan simbol petir atau.

“Bahannya sama dengan clorotan, yaitu tepung dicampur gula. Yang membedakan, jika clorotan dibungkus daun kelapa muda, maka kue pasung dibungkus daun nangka. Selain itu pasung mirip granat. Simbol dari ‘geluduk’ (bahasa Jawa) atau petir,” kata Kepala Desa Bareng Subekhi.

Selain ‘pasung’ dan clorotan, ada juga kue brondong jagung (pop corn). Ini simbol dari guruh, yang biasanya mendahului datangnya geledek. Dan terakhir jajanan kerupuk. “Kerupuk ini simbol angin topan atau puting beliung. Kita berharap tidak ada angin yang membawa bencana bagi petani,” timpal Mbah Lewi, sesepuh desa.

Setelah seluruh warga datang, Mbah Lewi pun memulai prosesi Clorotan itu. Ia mengawali dengan wejangan mengenai acara clorotan ini, yang intinya merupakan adat yang harus dilestarikan demi keseimbangan alam. Mah Lewi yang notabene tokoh adat dusun setempat menyampaikan niat para warga untuk meminta perlindungan keselamatan kepada Tuhan yang Maha Kuasa dari bencana geledek dan lain-lainya.

“Jadi jangan sampai kalau petani turun ke sawah terjadi apa-apa, utamanya petir yang menyambar. Alhamdulillah selama dijalankan tradisi ini, tidak ada petani di dusun ini yang tersambar petir saat berada di sawah,” jelas dia.

Ritual ini lanjut kakek yang sudah berusia 72 tahun ini, telah dilakukan sejak turun-temurun, sejak orang tua zaman dahulu. Maka itu warga selalu nguri-uri tradisi. (ony/ns)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO