Isra Wa Mi'raj Satu Ekspedisi, Dalam Ayat Berbeda

Isra Wa Mi Ilustrasi

Pertama, percaya total, seperti Abu Bakr al-Shiddiq. Abu Bakr tidak memandang isi beritanya (Ma Qal), tapi lebih memandang siapa yang ngomog (Man Qal). Jadi, tidak selamanya pemeo "Undhur MA qal wa la tandhur Man Qal" (lihat omongannya dan jangan lihat orangnya) itu benar. Suatu ketika, justru siapa yang ngomong itu penting. Begitulah, jika iman sebagai dasar pemikiran.

Kedua, kelompok yang inkar total, seperti Abu Sufyan, Abu Lahab, Abu Jahal dan lain-lain. Ya, karena dasar pemikiran mereka adalah kakufuran. Mau dibuktikan apa saja, mau dicermahi serasio apa, dasar kafir, ya tetap saja kafir.

Ketiga, adalah kelompok yang tidak komentar, diam dan menunggu perkembangan. Di sini ada yang beriman setelah ada bukti. Seperti kebenaran Nabi berkomentar tentang kondisi fisik Masjid al-aqsha, padahal belum pernah ke sana. Nabi juga mengaku berpapasan dengan rombongan kafilah Makkah yang sedang perjalanan pulang. Diperkirakan masuk Makkah sebelum matahari terbenam dan betul. Tapi tidak sedikit yang tetap ingkar.

Ketika utusan Abu Sufyan menghadap Bitriq, sang penguasa Palestina, di pendopo kerajaan diselenggarakan pertemuan dan utusan Abu Sufyan menyampaikan peristiwa al-isra' dengan bahasa mencibir. Di hadapan raja dan para pembesar, juru bicara itu mengolok Nabi sebagai penipu dan pembual. Tujuannya jelas, agar sang raja tidak percaya kepada Nabi baru tersebut dan mau bergabung dengan pembesar Makkah untuk memusuhi Nabi.

Atas kehendak Allah SWT, ternyata hadir di pertemuan tersebut seorang qayyim al-masjid, marbot masjid al-Aqsha yang duduk di belakang. Dia tidak tahan mendengar ocehan delegasi Makkah yang begitu berlagak dan congkak. Lelaki itu meminta waktu untuk bicara sebentar mengkisahkan peristiwa aneh yang malam itu dialaminya. Dan raja mempersilakan.

Berdiri tegap, lelaki itu bertutur: Yang mulia, sepeti biasanya, setelah Isya' aku mengunci seluruh pintu masjid dan lancar-lancar saja. Entah mengapa, kecuali satu pintu di depan, membandel dan tidak bisa dikunci. Aku berkeringat dan terus usaha tapi tidak bisa. Ini pasti rusak dan aku putuskan untuk memanggil tukang kunci esok pagi agar diservis. Demi keamaan, terpaksa aku bermalam dan tidur tepat di depan pintu yang rusak tersebut.

Di keheningan malam, tiba-tiba datang dua lekali yang belum pernah aku lihat sebelumnya, super ganteng, bersih dan wajahnya bercahaya. Tunggangannya diparkir dan diikat di pohon depan masjid, lalu mereka memasuki masjid lewat pintu yang rusak tadi. Mereka shalat di dalam dan salah satunya menjadi imam. Lalu segera pergi lewat pintu yang sama.

Sungguh aku tidak berdaya apa-apa dan hanya terdiam melihat mereka. Tapi segera tersadarkan diri setelah mereka pergi. Aku gemetar dan ketakutan, lalu dengan tergopoh-gopoh tanganku ini seolah tertuntun menuju pintu untuk menguncinya kembali. Anehnya, pintu bandel itu bisa dikunci seperti biasa. Aku segera lari menuju rumah. Itulah kejadian sesungguhnya yang aku alami malam itu. Mohon ampun yang mulia.

Mendengar penuturan qayyim al-masjid, sang raja hanya mengangguk-angguk tanpa komentar apa-apa. Para delegasi Makkah yang tadinya dihormati sebagai tamu negara, tampilan mereka sangat elite dan pede, mendadak berubah menjadi mengkeret, malu dan pucat. Pertemuan segera ditutup dan delegasi Makkah cepat-cepat pamit pulang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO