Tafsir An-Nahl 101-102: Nasikh Mansukh, Pembohongan Firman Tuhan?

Tafsir An-Nahl 101-102: Nasikh Mansukh, Pembohongan Firman Tuhan?

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - Wa-idzaa baddalnaa aayatan makaana aayatin waallaahu a’lamu bimaa yunazzilu qaaluu innamaa anta muftarin bal aktsaruhum laa ya’lamuuna (101). Qul nazzalahu ruuhu alqudusi min rabbika bialhaqqi liyutsabbita alladziina aamanuu wahudan wabusyraa lilmuslimiina (102).

"Wa-idzaa baddalnaa aayatan makaana aayatin waallaahu a’lamu bimaa yunazzilu". Tuhan menurunkan ayat susulan sebagai penyempurna ayat yang turun sebelumnya. Semua itu ada hikmahnya dan Tuhan maha mengerti terhadap apa yang Dia turunkan.

Sudah diberitahu seperti itu, tetap saja orang kafir Makkah berkomentar, "innama ant muftar". Muhammad telah melakukan kebohongan publik dengan menyampaikan ayat pertama yang ternyata - akhirnya - direvisi. Itu berarti Muhammad melakukan kebohongan. Jika tidak bohong, kenapa kata-kata yang dahulu harus direvisi.

Tapi Allah SWT menyatakan, bahwa ayat susulan yang diturunkan itu benar adanya dan diturunkan dengan benar, via Ruh al-Qudus. Tujuannya untuk memberikan kemantapan iman bagi kaum beriman, selain sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi mereka. Jadi, sepanjang yang mengganti aturan itu Tuhan sendiri (Baddalna/Kami mengganti), maka sah-sah saja hal itu terjadi. Naskh dan mansukh adalah hak prerogatif Tuhan.

Di sini, ulama yang pro naskh, seperti umumnya madzhab syafi'iy berhujjah dengan ayat ini secara kuat sehingga naskh and mansukh dalam al-Qur'an itu benar adanya dan bukan main-main atau kebohongan. Fungsi kabar gembira (busyra) adalah fungsi maslahat, di mana dalam perubahan itu pasti ada maslahah yang lebih besar. Di sinilah Tuhan mahaluwes dan mahabijak, dengan menurunkan hukum sesuai kondisi mukhatab serta mempertimbangkan ruang dan waktu.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO