Tafsir An-Nahl 101-102: Damainya Aksi 411, Karena Akhlaq Karimah, Bukan Peran NU-Muhammadiyah

Tafsir An-Nahl 101-102: Damainya Aksi 411, Karena Akhlaq Karimah, Bukan Peran NU-Muhammadiyah

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - Wa-idzaa baddalnaa aayatan makaana aayatin waallaahu a’lamu bimaa yunazzilu qaaluu innamaa anta muftarin bal aktsaruhum laa ya’lamuuna (101). Qul nazzalahu ruuhu alqudusi min rabbika bialhaqqi liyutsabbita alladziina aamanuu wahudan wabusyraa lilmuslimiina (102).

Ayat sebelumnya bertutur soal syetan yang tidak mampu mempengaruhi orang beriman, tapi mampu mengendalikan orang kafir, fasik dan pemaksiat. Kini disambung dengan penuturan lebih menukik dan menyentuh keadaan jiwa. Ternyata, wong kafir yang sangat gelisah terhadap setiap ayat al-qur'an yang turun. Lalu mereka salah tingkah, gugup karepe dewe, nervous dan berlebihan. Sekali lagi baca terjemahan ayat studi di atas (102).

Nampak, mereka menyikapi ayat al-Qur'an yang turun itu dengan mendustakan dan menista. Mereka mengatakan: "Ah, itu mah bikinan Muhammad sendiri. Muhammad memang pengibul dan suka bikin-bikin..." (Qalu innama anta muftar). So, dalam hal apakah hingga wong kafir segelisah itu?

Ayat 101 adalah jawabannya. Yakni ketika ayat al-Qur'an turun dengan pesan baru sebagai penyempurna (mukammilah) atau penguat (mu'akkidah) atau - bahkan - mengganti pesan lama (nasikhah). Al-Syafi'iy cenderung ayat ini sebagai dasar naskh, yaitu merevisi pesan lama dan diganti dengan pesan baru, sedangkan beberapa ulama memahami sebagai penyempurna pesan lama (Mukammilah).

Diriwayatkan, bahwa ayat tersebut terkait dengan back up Allah SWT terhadap Nabi Muhammad SAW agar lebih tegas menampakkan keislamannya. Orang kafir sangat gelisah ketika ayat perintah perang turun. Tidak hanya wong kafir, orang munafik juga demikian. Mereka takut kehilangan jabatannya, kekuasaannya, hartanya, kepuasan nafsu duniawinya, karena hanya itu yang mereka dambakan. (Muhammad:20).

Beda dengan orang beriman dan bertaqwa, tujuan utama hidup adalah Allah SWT sehingga menempatkan Allah SWT, Kitab suci al-Qur'an dan Rasul-Nya sungguh di atas segala-gaalanya termasuk NKRI sekalipun, apalagi sekedar demokrasi. Bagi orang beriman, jiwa dan raga adalah ciptaan-Nya, maka wajar kembali kepada-Nya.

Makanya, orang beriman sangat siap membela agama, bahkan menginginkan kematian di jalan Allah SWT, syahid dan itulah kematian terindah. Inilah ukuran orang beriman sungguhan. Itulah komitmen setiap kali orang beriman mendengar ada musibah menimpa. " Inna lillah, wa inna ilaih raji'un". Sangat nikmat bisa kembali ke pangkuan Allah berselimut ridha-Nya.

Tidak hanya wong kafir, wong munafik bahkan para pendeta Yahudi dan Nasrani juga demikian. Mereka sangat takut terbongkar kebusukannya, lalu kehilangan mata pencahariaannya. Sudah menjadi fakta sejarah, para pendeta dulu itu menjual firman Tuhan demi uang dan kehidupan duniawi mereka. Apalagi tidak ada yang mengerti isi kitab al-Injil selain pendetanya. Akibatnya, mereka bebas dan leluasa memilihkan ayat suci mana yang pasaran dan bernilai komersial.

Sikap begini ini banyak di negeri ini. Politikus dan bermulut lonyot dan berjiwa penjilat akan siap hijrah ke mana saja, ke partai apa saja, ke penguasa model apa saja. Pokoknya yang menguntungkan yang dibela mati-matian. Zaman Golkar kuasa, jadilah wong Golkar. Zaman pak SBY berkuasa, jadilah pembela pak SBY, zaman pak Jokowi kuasa, zaman Ahok .. dst. Begitulah Hak Asasi, begitulah demokrasi, bebas meski tanpai nilai. Islam...?

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO