Pasutri Miskin di Kedungluwuh Banyumas, tak Tersentuh Bantuan Pemerintah

Pasutri Miskin di Kedungluwuh Banyumas, tak Tersentuh Bantuan Pemerintah Agus Supriyadi bersama istri hanya bisa meratapi nasib dan berharap ada bantuan dari pemerintah.

BANYUMAS, BANGSAONLINE.com - Di tengah upaya pemerintah untuk memberikan bantuan sosial hingga pelayanan kesehatan gratis, masih saja ada warga yang belum merasakan bantuan tersebut. Itulah yang dialami sebuah keluarga di Kelurahan Kedungwuluh RT 4/8, Kecamatan Purwokerto Barat.

Dari pantauan bangsaonline.com, Agus Supriyadi (57) mengaku sejak tinggal di Kelurahan Kedungwuluh belum pernah merasakan program bantuan dari pemerintah. Baik berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), Raskin, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Sehat (KBS), maupun bantuan lainnya. Padahal secara administrasi ia dan istrinya, Sarinah (53), termasuk warga yang membutuhkan.

Kondisinya sebagai warga kurang mampu, membuat mereka hidup serba kekurangan. Bahkan saat ini Agus sedang menderita sakit asam lambung akut yang menyebabkan tidak bisa mencari nafkah sebagai penjual es candil.

“Sudah lama sakit asam lambung, malah sudah pembengkakan. Dulu pernah diperiksakan ke dokter karena dikasih bantuan uang oleh tetangga untuk berobat, tetapi hanya diperiksa. Dari hasil pemeriksaan, kata dokter dianjurkan untuk USG, tetapi sampai sekarang belum ada biaya,” kisahnya.

Kakek dua anak ini, saat ini hanya bisa menggantungkan hidupnya dari hasil penjualan jajanan nagasari buatan Sarinah yang dijajakan di sekolah-sekolah. Meski tinggal bersama anak bungsunya, mereka tidak ingin lagi merepotkan anaknya. Sebab anaknya pun mengalami nasib yang serupa, serba kekurangan. Menantunya yang kesehariannya berjualan nasi goreng keliling juga harus mencukupi kehidupan kelima anaknya.

“Saya sakit sejak habis lebaran kemarin. Dulu perna jualan candil, tetapi karena kondisi saya sekarang seperti ini, terpaksa istri saya yang mencari uang berjualan nagasari di sekolahan. Penghasilannya pun tidak seberapa. Kalau laku semua paling-paling hanya dapat uang Rp 15-20 ribu. Dicukup-cukupin buat beli beras 1 kilo untuk dua hari,” katanya.

Agus dan istrinya saat ini tinggal di belakang rumah anaknya. Di bangunan tempel dari anyaman bambu (gedheg) berukuran 2×4 meter itu, keduanya hanya bisa pasrah dan mengharapkan bantuan dari pemerintah maupun masyarakat.

“Saya sudah mentok, mau minta bantuan ke siapa lagi. Mudah-mudahan ada yang merasa tergugah. Saya juga tidak berani usul ke kelurahan, karena setau saya kuota miskin di tiap RT yang bisa mendapat bantuan hanya 10 KK. Sedangkan di sini jumlah warga miskin sudah lebih dari 40 KK. Meskipun saya yang tergolong paling miskin,” ungkapnya.

Agus mengaku menuntut banyak. Ia hanya berharap pemerintah atau masyarakat ada yang peduli untuk membantu pengobatan sakitnya sehingga bisa kembali berjualan dan mencari nafkah.

“Harapan ngge pemerintah supaya saget diobati, berobat di rumah sakit. Yang penting saya minta sembuh dulu. Insya Allah kalo saya sembuh, saya bisa mencari rezeki lagi. Yang penting bisa sembuh dulu,” harapnya. (bym1/rev)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO