Tafsir Al-Nahl 71: Anggota DPR, Pantaskah Nyambi di Entertainment?

Tafsir Al-Nahl 71: Anggota DPR, Pantaskah Nyambi di Entertainment? ilustrasi

Oleh: Dr. KHA Musta'in Syafi'ie MAg. . .   

BANGSAONLINE.com - "Waallaahu fadhdhala ba’dhakum ‘alaa ba’dhin fii alrrizqi famaa alladziina fudhdhiluu biraaddii rizqihim ‘alaa maa malakat aymaanuhum fahum fiihi sawaaun afabini’mati allaahi yajhaduuna".

Kedua, perspektif etik. Ayat al-Qur'an yang membicarakan ketidaksamaan macam ini ada di banyak tempat, pada banyak hal. Ada besaran rejeki yang tidak sama seperti pada ayat kaji ini, ada "al-ukul" (makanan, buah) yang tidak sama (al-Ra'd:4), tentu ini soal rasa, khasiat dll. Tidak sama antara orang yang berilmu dan yang tidak, antara cahaya dan kegelapan, antara yang buta dan yang bisa melihat, antara teduh dan panas, antara yang hidup dan yang mati dan seterusnya.

Semua ini adalah deskripsi Tuhan terhadap hal-hal yang nyata, bisa dilihat, bisa dibuktikan, bisa dipikir dan bisa pula diambil pelajaran. Gaya Tuhan memberi nasihat kepada manusia tidaklah dengan satu cara, melainkan dengan banyak cara. Selain nasihat verbalistik yang mudah diterima, tegas dan lugas, ada juga nasihat yang sindir dan bahkan tamsilan belaka yang hanya bisa diambil melalui perenungan, nalar cerdas atau perasaan yang sensitif dan peka.

Tamsilan sebagaimana dipapar pada ayat syudi ini sangat tepat sekali, karena orang yang diajak bicara adalah kaum intelektual, para akdemisi bahkan senior teologi, yakni para pendeta Nasrani senior utusan daerah Najran. Ayat ini (71) turun sebagai jawaban bagi mereka terkait perspektif teologis yang mereka lontarkan dan selanjutnya mereka faham betul terhadap maksud ayat, meski pakai bahasa tamsil. Ya, mereka memang faham betul, tapi berubahkah pola pikir mereka?, berubahkan keyakinan mereka?, berubahkah perilaku mereka?. Sama sekali tidak. Mereka tetap mengkuti hawa nafsunya.

Kini tafsir masuk pada aplikasi yat. Hikmah yang terambil dari ayat bernada deferensiasi di atas sesungguhnya adalah pelajaran, sekaligus teguran, bahwa seseorang itu harus pandai-pandai membawa diri sesuai "maqam", peran, jabatan, status masing-masing. Pastilah tidak sama antara majikan dan budak, antara pejabat dan rakyat, antara wakil rakyat dan rakyat, antara kiai dan umat dan seterusnya.

Di tingkat masyarakat awam, hari-hari ini rasan-rasan mengenai seorang anggota DPR RI yang setiap malam membawa acara Super Family 100. Acara tebakan yang sarat guyonan dan hura-hura melibatkan sekian artis, termasuk artis amoral dengan pakaian minim yang dilarang agama dan tidak mendidik, sehingga kru televisi terpaksa harus membuat blur, buram-buram tepat di bagian dada yang terbuka. Sang pembawa acara nampak asyik-asyik saja dan menikmati, bahkan sesekali berpelukan dengan sebagian peserta, meski tidak cipika cipiki ketat.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO