Pelanggaran kedua, lanjut Mahmud, adalah penambahan tinggi bangunan yang seharusnya enam (6) lantai menurut perjanjian pertama menjadi sembilan (9) lantai. Tentang hal ini, Mahmud menyebut memang pihak investor pernah mengajukan pengubahan perjanjian, namun sampai sejauh ini belum ada keputusan resmi dari Pemkot Surabaya meski pernah ada kajian bisa ditambah menjadi delapan (8) lantai.
Dan yang ketiga, kata penasehat Fraksi Demokrat ini, PT Gala Bumi Perkasa telah melanggar waktu perjanjian penyerahan BOT. Dalam Perjanian, lanjutnya, pihak investor sudah harus menyelesaikan dan menyerahkan bangunan Pasar Turi Baru dalam jangka waktu 24 bulan atau sampai 13 Februari 2014.
Terkait dosa investor Pasar Turi Baru, rekan Mahmud di Komisi C, Vincencius Awey menambahkan pihak PT Gala Bumi Perkasa telah menarik sevice charge pada pedagang sebesar Rp 100 ribu per meter persegi dari yang seharusnya Rp 75 ribu per meter persegi sesuai dokumen kualifikasi. Selain itu ternyata luasan void/stand dilaporkan pedagang tidak sesuai dengan perjanjian.
Dengan demikian, lanjut Vincencius Awey, sangat tidak masuk akal bila Pemkot Surabaya tidak berani mengambil alih Pasar Turi Baru dari tangan investor dan mengambil tindakan pembatalan perjanjian.
“Tidak masuk akal bila Pemkot tidak berani bertindak menghentikan aktifitas Pasar Turi. Harus dibatalkan itu perjanjian dan usut secara hukum,” ujar legislator yang juga sekretaris DPC nasdem Surabaya ini.
Pada kesempatan kemarin Awey juga menambahkan, dari sejumlah hearing dengan berbagai pihak terkait Pasar Turi ada indikasi permainan dalam penetapan PT Gala Bumi Perkasa sebagai investor Pasar Turi. Menurutnya ada sinyalemen uang jaminan sebesar Rp200 milar sebagai syarat pra kualifikasi adalah fiktif.
“Perlu diusut bagaimana ini terjadi,” tegasnya. (lan/ns)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News