Revisi UU KPK Bakal Jadi Bom Waktu, ICW: Jokowi Seharusnya Menolak, Bukan Menunda

Revisi UU KPK Bakal Jadi Bom Waktu, ICW: Jokowi Seharusnya Menolak, Bukan Menunda DUKUNG PENOLAKAN: Grup band Slank saat menggelar konser di Lobi Gedung KPK, Jakarta, Senin (22/2) untuk menolak revisi UU KPK. foto merdeka.com

JAKARTA, BANGSAONLINE.com - Pemerintah dan DPR akhirnya memutuskan untuk menunda pembahasan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun keputusan itu dinilai justru bukan jalan keluar. LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) bahkan menilai langkah yang diambil Presiden Jokowi, seakan berkompromi dengan pihak-pihak yang menolak dan getol merevisi UU KPK.

Seharusnya, Jokowi dengan tegas menolak revisi UU KPK itu. "Yang dibutuhkan itu sebenarnya menolak, bukan menunda," tutur Koordinator Divisi Hukum ICW, Emerson Yuntho, di Universitas Paramadina, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (22/2) dikutip dari Metrotvnews.com.

Kata Emerson, seharusnya Presiden Joko Widodo tidak melanjutkan pembahasan RUU KPK. Pasalnya, penundaan seperti bom waktu yang menunggu meledak. Masyarakat, termasuk ICW, lanjut dia, akan terus mendengungkan penolakan terhadap revisi UU KPK.

Ia berharap Jokowi merubah keputusan yang ada. "Sebenarnya kita mau memastikan jangan sampai di era Jokowi itu dilakukan pembahasan revisi UU KPK. Karena itu tadi, tidak ada alasan yang masuk akal kenapa harus direvisi," paparnya.

Dalam jumpa pers tadi, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa revisi UU KPK diputuskan untuk ditunda. Jokowi menjelaskan, perlu waktu mematangkan rencana revisi UU KPK.

"Mengenai rencana revisi UU KPK kita sepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini," kata Jokowi saat konferensi pers di Istana Negara, usai rapat konsultasi dengan pimpinan DPR dan KPK maupun perwakilan seluruh Fraksi di DPR, Senin (22/2).

Jokowi menyatakan penundaan pembahasan revisi UU KPK tersebut setidaknya memiliki dua alasan. Pertama, perlu adanya waktu tambahan untuk mematangkan draft revisi UU KPK. Kedua, perlunya ada sosialisasi bagi masyarakat untuk mengetahui ihwal revisi UU KPK. "Saya memandang perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan revisi UU KPK dan sosialisasinya kepada masyarakat," kata Jokowi.

Sementara itu, Ketua DPR Ade Komaruddin menyatakan, revisi UU KPK akan ditunda, tapi tidak dihapus dari Program Legislasi Nasional 2016.

Penundaan, lanjut Ade, bukan atas tekanan dari pihak manapun. Keputusan diambil dalam rapat antara Pemerintah dan DPR. Rencana revisi UU KPK menimbulkan pro dan kontra.

Selain mendapat penolakan dari masyarakat, pimpinan KPK juga ikut menolak rencana itu. Bahkan, Ketua KPK Agus Rahardjo mengancam akan mundur dari jabatannya jika revisi dilakukan.

Revisi UU KPK terkait empat poin, yakni kewenangan penyadapan, kewenangan KPK mengangkat penyelidik, penyidik, dan penuntut umum, kewenangan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), dan pembentukan dewan pengawas.

Sementara, alasan serupa disampaikan Wakil Ketua DPR Fadli Zon. "Ya pokoknya ini kan situasinya tidak memungkinkan dalam perkembangan belakangan. Banyak suara yang menolak dari berbagai elemen, termasuk guru besar, tokoh agama dan lainnya," ucap Wakil Ketua DPR Fadli Zon usai rapat di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/2). Pertemuan dilakukan sejak pukul 12.30 WIB.

Fadli menjelaskan, pemerintah dan DPR sepakat untuk mendengarkan aspirasi publik yang menolak revisi UU KPK itu, sehingga ditunda untuk lebih dulu dilakukan sosialisasi lebih luas kepada masyarakat terkait revisi UU KPK ini. "Dan DPR belum jadi suara bulat. Jadi wajar saja kalau Presiden punya pertimbangan itu, dan saya ingin Presiden mendengar suara rakyat," ujar politisi Gerindra itu.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO