Konflik Saudi-Iran, Kiai Hasyim Muzadi: RI Jangan Jadi “Ring Pertempuran” Syiah-Wahabi

Konflik Saudi-Iran, Kiai Hasyim Muzadi: RI Jangan Jadi “Ring Pertempuran” Syiah-Wahabi KHA Hasyim Muzadi. foto: rmol

DEPOK, BANGSAONLINE.com - Sikap politik Arab Saudi yang mengeksekusi mati Sheikh Nimr al-Nimr, tokoh terkemuka Syiah di bagian timur Arab Saudi, ternyata menimbulkan kegaduhan dunia. Bahkan hukuman mati itu kemudian menuntut penyikapan negara-negara di dunia, termasuk Indonesia sebagai negara Islam terbesar. Namun Ulama Nahdlatul ulama (NU) KHA Hasyim Muzadi mengingatkan agar Indonesia bersikap hati-hati dan harus fokus pada upaya perdamaian.

”Sangat baik jika Indonesia ikut berusaha mendorong perdamaian Saudi-Iran, karena sesuai preambul UUD 45 perihal ikut menyelenggarakan perdamaian dunia. Namun yg lebih pokok adalah perlunya Indonesia mengatur langkah kongkrit guna mengamankan indonesia sendiri dari kemungkinan dampak pertikaian itu,” tegas Kiai Hasyim Muzadi dalam keterangan tertulisnya kepada bangsaonline.com dan HARIAN BANGSA, Kamis (7/1/2016).

Menurut anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu, Saudi dan Iran adalah dua kutub ideologi yang masing-masing punya pendukung trans nasional. ”Negeri seperti Sudan, Kuwait, Malaysia dan Brunei misalnya akan segera mendukung Saudi karena Negara-negara tersebut melarang Syiah di negaranya,” kata pengasuh dua Pondok Pesantren Mahasiswa al-Hikam Malang Jawa Timur dan Depok Jawa Barat itu.

”Sedangkan Iraq, Syria, Libanon dan Yaman Utara mungkin dukung Iran,” jelasnya.

Di Indonesia, ungkap Kiai Hasyim, dua aliran yang musuh bebuyutan ini, banyak sekali aktivis dan jaringannya. Karena itu ia mengingatkan pemerintah agar ekstra waspada. ”Jangan sampai indonesia menjadi "ring" pertempuran dua kepentingan ini,” katanya.

Menurut dia, selama pertentangan ideologi (Wahabi-Syiah) dalam wacana, dampaknya terbatas pada pertentangan psychososial. ”Namun apabila bersentuhan dengan politik, perebutan kekuasaan, apalagi menjadi bagian dari pertentangan global dan campurtangan Negara-negara super power, eskalasinya bisa jadi lain,” kata Kiai Hasyim mengingatkan.

”Masalah ideologi visioner Islam itu akan tenggelam berganti kepentingan politik, hegemoni ekonomi, kepentingan-kepentingan kawasan dan sebagainya. Jadi tidak lagi bisa disebut semata masalah ideologi tetapi memang bermula dari ideologi,” tambahnya.

Ia menjelaskan jika Indonesia tidak waspada maka perang terbuka bisa terjadi di Indonesia seperti di Iraq dan Syria pada waktu yang akan datang. Ini mengingat kerapuhan ketahanan nasional kita baik intern maupun menghadapi serangan dari luar.

”Pelaksanaan HAM yang melebihi ukuran, liberalisasi politik dan ekonomi serta budaya, kegaduhan sesama pembesar, tentu melengkapi kerawanan yang bisa terjadi,” paparnya.

Ia menawarkan solusi agar peristiwa mengerikan itu tak menimpa Indonesia. Yaitu Indonesia harus memperkuat ideologi pancasila yang sekarang mulai remang-remang. Penegakan Pancasila tidak cukup dengan imbauan namun harus dengan sistem kenegaraan yang menjamin tegaknya Pancasila serta dukungan rakyat melalui visi keagamaan yang sinergi dengan Pancasila dan dianut mayoritas bangsa Indonesia yakni Ahlusunah wal jamaah.

”Ahlussunah wal jamaah yang selama ini dianut NU dan Muhammadiyah dan ormas lainnya telah terbukti dapat mempersatukan Indonesia sepanjang sejarah. Oleh karenanya NU dan Muhammadiyah harus dijaga agar tidak disusupi atau digerogoti ideologi non Ahlussuna Waljamaah yang pasti memecahbelah dan pada gilirannya akan merusak NKRI,” katanya sembari menegaskan bahwa yang bisa menyelesaikan pertikaian Iran-Saudi adalah Amerika dan Rusia yaitu lewat PBB.

”Tentu kita ikut mendorong , namun selebihnya kita perkuat Indonesia.” (ma)