Walikota Bongkar Tembok Akses ke MTs Muhammadiyah, Warga Beda Sikap

Walikota Bongkar Tembok Akses ke MTs Muhammadiyah, Warga Beda Sikap Suasasana saat pembongkaran tembok akses ke MTs Yogyakarta. Foto: istimewa/detik.com

YOGYAKARTA, BANGSAONLINE.com – Hari ini Yogyakarta dihebohkan dengan pembongkaran tembok perumahan Green House untuk akses masuk MTs Karangkajen. Warga sebetulnya tidak sepakat dengan tindakan itu, tapi mereka mengaku pasrah.

"Kami tidak bisa apa-apa, karena Wali Kota yang datang langsung," ujar Ketua RW 23 Wikan Danar Dono.

Hal ini disampaikan Wikan kepada wartawan di Balai RW 23 Kelurahan Brontokusuman, Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta, Senin (4/1/2016).

"Belum ada upaya lagi. Biar dingin dulu (suasananya). Yang pasti kita tidak akan ada upaya kekerasan," lanjutnya.

Wikan bercerita, pihaknya tidak pernah mengetahui rencana pembangunan sekolah tersebut. Baru setelah bangunan jadi pada tahun 2013, pihak sekolah meminta akses.

"Tembok itu sudah ada sejak tahun 1990-an. Kami bikin untuk alasan keamanan. Baru tahun 2013-an sekolah jadi," tutur Wikan.

Sebelumnya pihak sekolah menggunakan tanah kosong di sebelah utara bangunan sebagai akses keluar masuk. Setelah tanah tersebut dibangun, sekolah kembali meminta akses kepada warga perumahan Green House.

"Kami sempat mau belikan tanah yang utara (sekarang sudah dibangun), tapi tidak segera dijawab. Begitu mau, separuh-separuh dengan PDM (Pengurus Daerah ), harganya sudah naik. Kami nggak bisa lagi," urainya.

Saat ini akses tersebut telah dibangun oleh pemilik tanah. Warga kembali menyampaikan usul untuk membeli rumah di bagian barat untuk akses.

"Di sisi barat ada rumah yang akan dijual, katanya Rp 1,1 miliar. Kalau MTs yang beli boleh Rp 1 miliar," katanya.

Sebelumnya diberitakan bahwa Walikota Yogyakarta, Haryadi Suyuti telah membongkar tembok di perumahan Green House yang memblokir akses jalan MTs Karangkajen. Tembok itu telah sekian lama menghalangi para siswa untuk menuju bangku sekolah.

Sebelum dibongkar, tembok setinggi kurang lebih 1,5 meter berdiri tepat di depan gerbang MTs Karangkajen. Tembok itu terbuat dari batako yang disusun tanpa dilapisi semen, sehingga bentuk tumpukan batako masih jelas terlihat.

Tembok penghalang sengaja dibangun pihak perumahan Green House, alasannya pun sepele, karena para penghuni tidak mau terganggu dengan lalu lalang para siswa. Padahal, para siswa yang menuju sekolah hanya melewai satu blok di perumahan yang sudah berdiri sejak lama itu. Namun tetap saja, warga tidak rela memberikan akses kepada para siswa MTs Karangkajen hingga akhirnya harus Walikota yang turun tangan.

Proses pembongkaran dilakukan di perumahan Green House, Senin (4/1/2016). Haryadi ditemani beberapa tokoh Yogyakarta melihat langsung proses pembongkaran yang dilakukan petugas Satpol PP.

Pada bulan-bulan yang lalu siswa masih bisa masuk ke gedung sekolah karena ada jalan di utara sekolah. Sekarang jalan tersebut sudah tertutup karena telah digunakan warga untuk mendirikan bangunan. Para siswa hari ini hampir saja tidak bisa masuk ke kelas karena terhalang tembok kokoh tepat di depan gedung sekolah mereka.

MTs Karangkajen berada di ujung wilayah Kota Yogyakarta tepatnya di Jl Sisingamangaraja Gg Kalijaga No.4 Mergangsan, dekat dengan Pasar Telo. Letak bangunannya berada di dekat sebuah perumahan.

MTs Karangkajen memiliki siswa berjumlah 418. Siswa MTs Karangkajen sebagian adalah anak-anak yatim yang tinggal di Panti Asuhan Yatim ( PAY) Putra , panti asuhan yang langsung didirikan oleh Kiai Ahmad Dahlan.

Sikap warga dan walikota akhirrnya memang berbeda. Warga RW 23 Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta menilai jalan perumahan merupakan hak penghuni Perumahan Green House. Namun Walikota Yogya Haryadi Suyuti beranggapan lain. Di bawah ini adalah pernyataan warga dan Haryadi.

"Ini kan kami beli (perumahan) dengan fasilitas jalan yang ada," ujar Ketua RW 23 Wikan Danar Dono di kompleks Perumahan Green House, Yogyakarta, Senin (4/1/2016).

Dia mengatakan, gangguan yang ada sejak adanya sekolah MTs Karangkajen telah dirasakannya sebelum bangunan unit 2 berdiri.

"Ada yang mojok, nanti kalau kelahi, ada penjual-penjual. Dulu juga ada mobil yang nabrak masuk sampai teras rumah," tuturnya.

Tak hanya itu, Wikan mengaku merasa terpojokkan dengan kabar yang beredar di media sosial sejak malam tadi.

"Kalau dikatakan MTs berdiri sejak 1985, lokasi di situ, unit 1 (bangunan lama) tahun 2003, unit 2 baru 2013. Sedangkan perumahan sejak 1990, diserahkan ke warga 1991," ulasnya.

"Yang beredar di media sosial sangat memojokkan kami. Kami tidak bisa mengerti itu anak-anak yatim. Kalau 1995 memang anak yatim, sekarang siswa biasa. Sebagian besar dari kami muslim dan sebagian besar dari kami ," kata Wikan.

Ditemui terpisah, Haryadi meminta agar kedua belah pihak saling mengerti. Jika solusi membeli tanah yang diajukan warga bukan solusi jangka cepat.

"Kalau beli tanah itu kan nggak bisa sekarang (langsung beli). Sedangkan anak-anak harus sekolah, ya saya lakukan apa yang harus saya lakukan," kata Haryadi.

Sedangkan soal status jalan perumahan yang dipermasalahkan warga, Haryadi menegaskan, jalan itu milik publik. Siapapun boleh melintas di sana.

"Lho itu siapa saja boleh lewat, nggak harus warga sana," tuturnya.

Dia pun siap jika nantinya warga mengambil langkah hukum. Menurutnya, keputusan ini diambilnya dengan segala pertimbangan dan risikonya.

"Saya siap dengan segala risikonya," kata Haryadi.

Sumber: Detik.com

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO