Rakorwil di Gresik, MUI Korwil IV Jatim Bahas Isu Kerusakan Lingkungan, Bencana dan Polusi Industri

Rakorwil di Gresik, MUI Korwil IV Jatim Bahas Isu Kerusakan Lingkungan, Bencana dan Polusi Industri Para pimpinan MUI Korwil IV Jawa Timur saat Rakorwil di kantor MUI Gresik. foto: ist.

GRESIK, BANGSAONLINE.com - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Korwil IV Jawa Timur yang meliputi Kabupaten Bojonegoro, Tuban, Gresik, dan Lamongan menggelar rapat koordinasi wilayah (rakorwil) di Kantor MUI Kabupaten Gresik, Sabtu (6/12/2025). 

Kegiatan tersebut mengusung tema 'Peran Ulama dalam Menjaga Kelestarian Lingkungan Menuju Pembangunan Pantura yang Berkelanjutan'.

Ketua Umum MUI Kabupaten Gresik, KH Ainur Rofiq Thoyyib, menyampaikan apresiasi atas kehadiran para pimpinan MUI dari Korwil IV Jawa Timur.

“Dalam pertemuan ini mungkin tidak seperti biasanya, karena kita tahu, saudara-saudara kita di Sumatra dan Aceh sedang berduka. Jadi mari kita tukar pikiran mengenai apa yang bisa dilakukan ulama, terutama dalam mencegah kerusakan lingkungan, karena kita adalah khalifah fil ardh (manusia sebagai pemimpin di bumi),” ujar Kiai Rofiq.

Koordinator Korwil IV MUI Jawa Timur yang juga Ketua Umum MUI Kabupaten Bojonegoro, KH Alamul Huda, menilai MUI menghadapi tantangan besar sebagai shodiqul hukumah atau mitra pemerintah, terutama ketika terjadi kekeliruan dalam kebijakan.

“Maka kita harus bercermin pada KH Hasyim Asy'ari. Saat itu beliau berani mengatakan, yang mati dalam perjuangan melawan penjajah adalah mati syahid, karena tugas kita itu al amru bil ma'ruf wal nahyu anil munkar,” jelasnya.

Rakorwil ini juga menghadirkan sesi diskusi panel yang dimoderatori Nur Fakih, dengan menghadirkan Prof. Abdul Chalik sebagai pembicara utama. Diskusi membahas urgensi peran ulama dalam mengantisipasi kerusakan lingkungan dan risiko bencana.

Dalam paparannya, Prof. Chalik menegaskan bahwa banyak bencana alam sebenarnya bisa dicegah apabila ada peran aktif dari berbagai pihak, termasuk ulama.

Ia mencontohkan bahwa persoalan lingkungan tidak hanya terjadi di Sumatra dan Aceh, tetapi juga melanda wilayah pantura seperti banjir tahunan.

“Maka ulama tidak boleh hanya berdoa dan mendengar saja, namun harus berani mengingatkan apabila terjadi potensi kerusakan lingkungan di wilayah kita,” katanya.

Prof. Chalik menambahkan, berbagai persoalan lingkungan, mulai banjir tahunan, banjir rob, polusi industri, hingga alih fungsi lahan seharusnya dapat diantisipasi sejak dini.

“Ulama memiliki peran sentral sebagai pemimpin moral yang dapat menggerakkan umat untuk menjaga kelestarian lingkungan sebagai amanah dari Allah SWT, serta mendorong pemerintah daerah menyusun kebijakan yang pro lingkungan, pro rakyat, dan pro rakyat miskin,” pungkas Prof Chalik. (hud/van)