Polri Tangani 189 Kasus Perdagangan Orang Selama Semester Pertama 2025, 556 Korban Diselamatkan

Polri Tangani 189 Kasus Perdagangan Orang Selama Semester Pertama 2025, 556 Korban Diselamatkan Direktur Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nurul Azizah (tengah), dalam konferensi pers pengungkapan kasus TPPO atau tindak pidana perdagangan orang.

BANGSAONLINE.com - Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak serta Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri menyatakan telah menangani 189 kasus TPPO atau tindak pidana perdagangan orang sepanjang Januari-Juni 2025.

Direktur Tindak Pidana PPA-PPO Bareskrim Polri, Brigjen Pol. Nurul Azizah, menyampaikan bahwa dari ratusan kasus tersebut, aparat berhasil menyelamatkan 556 korban. Korban terdiri dari 260 perempuan dewasa, 45 anak perempuan, 228 laki-laki dewasa, dan 23 anak laki-laki.

Modus operandi paling banyak dilaporkan adalah pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara nonprosedural, dengan 117 laporan polisi (LP). Selain itu, terdapat 48 LP terkait eksploitasi seksual komersial dan 24 LP terkait eksploitasi terhadap anak.

“Hal ini menunjukkan bahwa kejahatan ini nyata, masif, dan terus mengincar kelompok paling rentan di negeri ini,” kata Brigjen Pol. Nurul, Jumat (20/6/2025),

Ia memaparkan, korban TPPO umumnya berasal dari daerah-daerah seperti Jawa Barat, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Sumatera Utara. Negara tujuan penempatan mencakup Malaysia, Myanmar, Thailand, Suriah, Dubai, dan Korea Selatan.

“Korban banyak dipekerjakan di sektor informal, perkebunan, hingga menjadi operator scam online,” ucapnya.

Ditegaskan olehnya, Polri akan bertindak tegas terhadap semua pihak yang terlibat dalam TPPO.

“Siapa pun yang terlibat, baik calo, orang tua, bahkan oknum pejabat, akan ditindak tegas sesuai undang-undang yang berlaku,” tuturnya.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan tidak mudah tergiur tawaran kerja di luar negeri dengan iming-iming gaji besar.

“Cek legalitas perusahaan penempatan, pastikan ada kontrak kerja yang jelas, agar hak-hak sebagai pekerja migran bisa terlindungi,” pungkasnya. (rom)