Lalu sang kakak ini menghadap Rasulullah mengadukan nasibnya yang bekerja untuk membiayai adiknya.
Apa respons Rasulullah? “Kamu mendapat rezeki,” kata Rasulullah. Karena itu, tegas Kiai Asep, jika para santri belajar sungguh-sungguh, maka Allah akan memberikan rezeki kepada orang tuanya.
“Karena itu anak-anak jangan pernah berkata tidak mampu,” pesan Kiai Asep.
Kiai Asep bahkan menceritakan masa mudanya yang miskin. “Kalian kan ditunggui orang tua. Kalau soal makan tidak ada persoalan. Saya dulu hidup sebatang kara. Apa yang akan saya makan besok belum tahu,” katanya.
Tapi Kiai Asep tak pernah putus asa. Ia mengaku terus berusaha mencari tempat bernaung sekadar untuk bisa terus belajar dan membaca buku. Misalnya ia berupaya mencari tempat penampungan agar bisa mendapatkan sesuap nasi. Terutama peluang untuk mengajar.
“Saya dulu pernah menjadi kuli bangunan,” kata Kiai Asep.
Berkat kegigihan belajarnya akhirnya Allah memberikan jalan sampai menjadi guru besar. Bahkan pengukuhan profesornya dihadiri Presiden Joko Widodo. “Dalam sejarah Indonesia, ini satu-satu pengukuhan guru besar dihadiri oleh presiden,” kata Kiai Asep.
Pada akhir sambutannya Kiai Asep berpesan agar para siswa-siswi, termasuk para wali santri, istiqamah salat malam. “Tak perlu terlalu malam. Cukup jam setengah empat. Dan jangan tidur setelah terbit fajar shodiq sampai terbit matahari. Karena Allah membagi-bagikan rezeki antara terbitnya fajar shodiq dan terbitnya matahari. Inilah ijazah dari Amanatul Ummah,” tegas Kiai Asep.
Sementara Dr Zakaria Muhtadi, Kepala SMA Unggulan Amanatul Ummah berpesan kepada para wali santri agar tak kecil hati meski putra-putrinya belum diterima di perguruan tinggi. Menurut dia, masih ada beberapa proses selanjutnya. Misalnya jalur mandiri.
Ia juga mengungkapkan, meski sekarang Haflah Akhirussanah, tapi pihak sekolah tetap melayani konsultasi, komunikasi dan keperluan lainnya. “Sampai putra-putri bapak-ibu diterima di perguruan tinggi,” kata Zakaria Muhtadi. (mma)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News