​Pandemi, DPRD Jatim Desak Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif Cukai Rokok Tahun 2021

​Pandemi, DPRD Jatim Desak Pemerintah Tunda Kenaikan Tarif Cukai Rokok Tahun 2021 Dari kiri: Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Bidang Industri Wajib Cukai Sulami Bahar, Wakil Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim, serta anggota Komisi B DPRD Propinsi Jatim Daniel Rohi.

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur Daniel Rohi mendesak pemerintah untuk kembali mengkaji dan menunda pemberlakuan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) rata-rata sebesar 12,5 persen di tahun depan. Hal ini penting dilakukan karena industri rokok adalah industri yang memberikan kontribusi besar terhadap negara.

“Sebagai wakil rakyat dari Provinsi Jatim yang menghasilkan tembakau terbanyak nomor satu di Indonesia dan penyumbang terbesar, yaitu sebesar Rp 91 triliun, kami mohon pemerintah pusat untuk menunda kenaikan . Memandang di tengah pandemi ini, para perusahaan rokok dan para petani dalam kesulitan," tegas Daniel Rohi saat acara Kadin Jatim Talk dengan tema “Dampak Kebijakan Cukai Rokok di Situasi pandemi dalam Perekonomian dan Sosial Masyarakat” yang digelar secara daring, Surabaya, Selasa (22/12/20).

Rohi menjelaskan jika kenaikan dipaksakan, maka akan timbul dampak negatif. Pertama bisa terjadi PHK, kedua penurunan produksi rokok, ketiga serapan tembakau petani tidak bisa diakomodir. "Kami tidak anti kenaikan, tetapi kami minta ditunda hingga situasi normal. Ini demi keadilan,” jelasnya. 

Ia menegaskan bahwa selama masa pandemi, semua industri di tanah air mengalami keterpurukan, termasuk industri rokok. Dan pemerintah telah mengeluarkan banyak stimulus berupa relaksasi dan insentif bagi industri selain rokok agar bisa kembali bangkit dan mampu berproduksi. Sementara industri rokok justru justru ditekan dengan menaikkan tarif cukai. “Ini justru yang ironis. Kami mohon pemerintah lebih sensitif pada industri yang terkait dengan pertembakauan,” ujarnya.

Selain itu, besaran kenaikan tarif cukai tersebut menurutnya juga belum layak dan terlalu tinggi. Harusnya pemerintah melakukan negosiasi dengan industri rokok dan melakukan pertimbangan yang realistis sehingga kebijakan yang diambil tidak sepihak. 

“Kita cari angka tengah, yang bisa mengakomodir semua kepentingan. Prinsip proporsionalitas harus ditegakkan. Ibaratnya, industri rokok ini adalah industi yang dikutuk sekaligus dirindukan, mengecam tetapi duitnya mau. Ini sifat hipokrit yang harus dihilangkan,” ujar Daniel.

Ia berpendapat, harusnya pemerintah mau membuka diri karena industri ini adalah industri yang berkontribusi besar terhadap negara dan bukan industri yang memberatkan. Sehingga industri ini harus didukung dan bukan ditekan hingga tidak berdaya. Karena penekanan tersebut akan merugikan rakyat dan negara. 

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO