​Enggan Dirikan Pesantren, Kiai Fuad Amin Berencana Jadi Dukun Politik, Loh Kenapa?

​Enggan Dirikan Pesantren, Kiai Fuad Amin Berencana Jadi Dukun Politik, Loh Kenapa? Nico Ainul Yakin. Foto: istimewa

SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Nico Ainul Yakin, mantan ketua PKC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur, pernah menjadi orang dekat RKH Fuad Amin. Ia sering dipanggil ke Pondopo Bangkalan Madura saat Ra Fuad - panggilan RKH Fuad Amin - jadi bupati. Bahkan Nico inilah yang pernah menulis buku tentang Syaikhona Kholil Bangkalan tapi diatasnamakan Fuad Amin.

Nico yang kini jadi pengurus Nasdem Jawa Timur dan pernah jadi calon wakil bupati Nganjuk itu menulis kenangannya secara bersambung tentang Ra Fuad yang kocak. Inilah lanjutan tulisannya untuk pembaca BANGSAONLINE:

Karir politik RKH Fuad Amin Imron memang moncer. Pemilu pertama di era reformasi, ia terpilih menjadi anggota DPR dari PKB.

Setelah tiga tahun menjadi penghuni Senayan, ia menjadi calon Bupati, dan terpilih sebagai orang nomor satu di kabupaten ujung barat Pulau Madura itu. Karir politiknya terus meroket. Pada tahun 2008 Ra Fuad kembali terpilih menjadi hingga 2013.

Setelah tak menjabat bupati, hatinya gundah dan diliputi kegamangan.

"Pekerjaan apa yang cocok untuk mengisi hari tuaku," tanya Ra Fuad dalam hati.

Kegamangan dan kegundahan hatinya dibuka semuanya kepada teman curhatnya - sebut saja Badrun.

"Buat pesantren saja kiai, biar bermanfaat," usul Badrun yang mantan aktivis mahasiswa yang kini tinggal di Surabaya.

"Tidak mungkin Drun. Saudara saya sudah banyak yang punya pesantren. Lagi pula saya kurang bisa ngaji," ungkap Ra Fuad sambil menerawang langit-langit pendopo.

"Bagaimana kalau saya menjadi Juru Kunci Makam Martajasah atau menjadi dukun politik saja?", tanya Ra Fuad kepada Badrun. Martajasah adalah nama kampung tempat Syaikhona Kholil Bin Abdul Latif dimakamkan. Ra Fuad adalah cicit dari ulama besar tersebut.

"Harus dipilih salah satu kiai," jawab Badrun.

"Kalau mau jadi Juru Kunci, ya Juru kunci saja kiai, tidak bisa dirangkap dengan menjadi dukun, repot nanti kiai," tambah Badrun.

Mendengar penjelasan Badrun, Ra Fuad terdiam.

"Nah, bagaimana kalau menjadi dukun politik saja kiai," usul Badrun.

Ra Fuad masih terdiam tak merespons tawaran Badrun.

Sesaat kemudian, Ra Fuad berdiri dengan wajah berbinar.

"Usulanmu cocok Drun. Kayaknya lebih enak jadi dukun politik daripada jadi Juru Kunci," kata Ra Fuad.

"Ketika dulu masih muda, saya banyak belajar ilmu perdukunan. Koleksi kitab-kitab dukun seperti Syamsul Ma'arif, Mujarobat, Adam Makna, bahkan hizib-hizib dan kitab ramalan Joyoboyo - saya punya dan masih saya simpan," ungkap Ra Fuad mengenang masa lalunya.

"Nanti kita buat majalah metafisika yang berisi ramalan dan konsultasi masa depan hidup. Kamu yang ngelola, saya pengasuh rubriknya,” tegasnya.

"Menjadi dukun itu enak Drun - salah benar tetap untung. Kalau ramalannya salah tetap dapat uang. Kalau benar, uang yang diperoleh akan semakin banyak," urai Ra Fuad.

Tapi, ide brilian itu belum sempat terwujud, karena Ra Fuad justru kembali terjun ke politik praktis dan lupa terhadap rencananya yang pernah didiskusikan bersama Badrun.

Berita Terkait

BANGSAONLINE VIDEO